Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/?p=476
WAKTU
Ludwig Tieck
Dia ngembara dalam lingkaran abadi dan sama,
Sang waktu, menurut caranya yang lama,
Atas perjalanannya, tuli dan buta;
Anak manusia yang tak malu-malu
Mengharap dari saat yang datang senantiasa
Bahagia yang tak terduga dan aneh-baru,
Matahari pergi dan kembali lagi,
Bulan datang dan malam pun turun,
Jam-jam bermuara di minggu-minggu,
Minggu-minggu membawa musim-musim.
Dari luar tak ada yang membarui diri,
Dalam dirimu kaupikul waktu yang berganti-ganti,
Hanya dalam dirimu peristiwa dan bahagia.
[Dari buku Malam Biru Di Berlin, terjemahan Berthold Damshäuser dan Ramadhan K.H. 1989]. Kini izinkan kumulai menafsirkan baris-perbaris puisi di atas:
Yang selalu menempa hari-hari seakan pengembaraan abadi menguliti kelopakan takdir nyawa. Mengelupas lapisan cahaya, lembar demi lembar tiada akhir selalu terpesona. Rasa sakit pun kecewa tak dirasa, di sana mengenyam nikmat tidak terkira. Mengumpar dalam putaran sama, tetapi mengecil atau membesar. Terus melingkari berat pun ringan, membuka ruang belum dirasa pula terlewat, menebali keyakinan dibawanya.
Watak-waktu purba ditelusuri seperti lorong gelap tanpa cahaya, segalanya tertutupi bayang rahasia. Goa tersebut betapa licin dengan bebatuan cadas, jikalau tak hati-hati, luka-luka berdarah. Namun dilakoninya sambil merasakan pantulan air berjatuhan ke tubuh, menjadi jarak penilaian langkah masih jauh sedari dambaan.
Perjalanan panjang menulikan ingatan membutakan angan, nafasnya berderap kencang laksana turangga dengan taupan ditiup bara kemenjadian. Seakan tiada letak pemberhentian, seluruh beban dimatangkan tekad satukan kemungkinan tercapai kepastian, memaklumati yang semestinya terpegang.
Melepas malu berkeringat kesungguhan menderas mempelajari ruang-waktu menyungkup bagai dalam kepompong. Kala percepat gerakan, hawa kepemudaan berkumandang membeletat apa yang menyesakkan nafas kesegaran. Umpama bangun dari kesadaran paling purba memecah tanda-tanda jaman.
Dengan harapan balutan misteri menipis hingga yang dinanti merekah sedari selaput kabut kerinduan. Senyum datang sumringah dipandang, dikecup kesejukan embun meresapi pori-pori kelahiran. Sampai dendang sayang tak henti memakmurkan yang mengedari tatapan. Kesaksian betapa purna selaguan syahdu meronakan hijab rahmat kasih sayang.
Kebahagiaan ganjil sebab penantian lama terasa tubuh kaku bukan ketakutan, terkesima tengah diidam hadir tiba-tiba. Wewarna bunyian akrab selepas buta angan sesudah ketulian masa silam. Semua terangkat musik bayu menggerakkan perasaan musikus muda di alam langgeng menguras tangis getarkan awal pertemuan.
Sang surya meluncur ke ufuk sandikala menggapai malam bertabur gemintang. Seperti rambut hitam elok tergerai merenda-renda bertembangan air melengkung secincin pelangi melingkari purnama. Terus pesonakan mata tiada nafas kedipan. Ketakjuban ayu putaran waktu purnakan hari-hari permai memakbulkan jasad ruh. Melesat udara bebas lewati ubun-ubun diberkahi pancaran hidup.
Tatkala bulan menghampiri, malam di dadanya gemerlapan, turun menterjemah kidungan wengi membahana ke relung dalam. Diartikan malam-siang penuh kekhusyukan melebihi perhatian. Teliti membaca tiap larik melanggengkan nilai-nilai sedang dilayarkan, berfirasat memastikan duga dari ribuan tanya terjawab pelahan.
Jam-jam menyusuri sungai dengan nada-nada naik-turun mengikuti irama ditentukan nasib. Batu-batu reranting patah terjatuh mengingat pemberhentian, meski sejenak denyutan cekung. Mengangkat dedaun silam kecolkatan dihantar ke pinggiran pohon-pohon masih tegap di depan.
Minggu masuki minggu bawakan kabar pergantian musim mematangkan bathin. Perubahan taburi peputik kembang menyapa alam dengan keseluruhan indra berdenyutan semesta makna, atas perbendaharaan merambahi sekujur persendian jiwa. Sedang hati selaksa tanah, jantung ialah udara memompa.
Barangsiapa melihat jasadnya tampak biasa ataukan keliru jika pendekatan didasari mata. Apalagi waktu bertambah usia, keriputlah penalaran dan kian kabur mencipta pusaran ling-lung. Kecuali berlantas kalbu bertafakkur menyapu kehilafan atas kecerobohan, bertekuk lutut di sudut mengumpul satukan pecahan takdir mendera.
Dalam dirinya teramat berat memikul tanggungan umur, jika tak mampu menyelai persoalan bernafasan harum. Diteruskan fajar datang berulang-ulang berpandangan selalu takjub semburat lukisan kehidupan. Dipelajarinya suntuk kedalaman berabadi, kelak suara jauh menantang dari lingkup kekinian.
Di kedalaman dirinya duka bahagia mengalir indah selaksa sajak digurat tepat waktunya, menggugah keseluruhan umat dimasa-masa dirindu kemunculannya. Ini takkan terganti meski sakitnya sepadan, sebab ia dinaungi cahaya paling timur pembuka jagad raya.
***
Johann Ludwig Tieck (31 Mei 1773 - 28 April 1853) penyair, novelis, kritikus sastra, editor, penerjemah Jerman. Juga bernama samaran Peter Lebrecht (Leberecht) dan Gottlieb Farber. Belajar sejarah, filologi, sastra kuno dan modern di Halle (1792), Göttingen (1792-1794) serta Erlangen (1793). Cerita pendek pertamanya & novel: Peter Lebrecht, eine Geschichte ohne Abenteuerlichkeiten (1795, 2 jilid), William Lovell (1795-1796, 3 jilid) dan Abdallah (1796), membuat transisi ke romanse, dilakukan pengolahan drama satir, cerita legenda kuno dan cerita rakyat diterbitkan berjudul Volksmärchen von Peter Lebrecht (Fairy Tales, Peter Lebrecht) (1797, 3 jilid). Karya ini mengandung parodi teatrikal Perrault Puss in Boots, yang menyatakan satir dunia Pencerahan Berlin. Tieck menunjuk arah novel romantis Novalis dan Joseph von Eichendorff. Ini manifestasi awal antusiasme romantis seni Jerman klasik. Tieck menikah 1798 di Hamburg, putri pendeta Julius Gustav Alberti tinggal di Jena 1799-1800, bersahabat Agustus Wilhelm Schlegel, Friedrich Schlegel, Novalis, Clemens von Brentano, Johann Gottlieb Fichte dan Friedrich Wilhelm Joseph Schelling. Kelompok ini melahirkan Romantisisme awal. Tieck memberi contoh teori sastra yang dikembangkan Schlegel pun sebaliknya. Menerbitkan terjemahan Don Quixote oleh Cervantes (1799-1801). Bertemu Goethe dan Schiller. 1801 pindah ke Dresden bersama Friedrich Schlegel. Himpunan novel (1852-1854, 12 jilid) menunjukkan bakat narasinya besar. Di antara cerita penting: Die Gemälde, Reisenden Der Die Alte vom Berge, Die Gesellschaft auf dem Lande, Die Verlobung, Musikalische Leiden Des Lebens und Freuden Überfluß dll. Cerita sejarah penting, griechische Der Kaiser, Der Tod des Dichters, terutama Aufruhr yang belum selesai di ruang Cevennen. Kisah ini tak hanya pesona juga karakter penuh warna pula makna puitis mendalam khas gagasan. Terakhir, Accorombona Victoria (1840), terinspirasi kehidupan bangsawan Italia Vittoria Accoramboni, lahir di bawah pengaruh Romantisisme Prancis, meski kaya palet digunakan tak banyak diterima pembaca. 1826 menyempurnakan terjemahan Shakespeare oleh Augustus Wilhelm von Schlegel serta diterbitkan tulisan dari Heinrich von Kleist, diikuti karya-karya lengkap (Gesammelte Werke). Die Insel Felsenburg Johann Gottfried Schnabel, kumpulan tulisan Lenz, Shakespeares Vorschule (enam drama Shakespeare ke waktu sebelumnya), dll. Pada 1841 Raja Frederick William IV dari Prusia, penyair diundang ke Berlin namun sangat kesepian atas kematian hampir semua keluarga dekatnya, usia tua banyak dihormati tapi rasa khawatirnya kompleks hingga mengundur diri sampai kematiannya. {dipetik dari http://it.wikipedia.org/wiki/Ludwig_Tieck}
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(1813-1883)
Abdul Hadi W.M.
Adelbert von Chamisso (1781-1838)
Affandi Koesoema (1907–1990)
Agama Para Bajingan
Ajip Rosidi
Akhmad Taufiq
Albert Camus
Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837)
Amy Lowell (1874-1925)
Andong Buku #3
André Chénier (1762-1794)
Andy Warhol
Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh
Anton Bruckner (1824 –1896)
Apa & Siapa Penyair Indonesia
Arthur Rimbaud (1854-1891)
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arti Bumi Intaran
Bahasa
Bakat
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Bangsa
Basoeki Abdullah (1915 -1993)
Batas Pasir Nadi
Beethoven
Ben Okri
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Biografi Nurel Javissyarqi
Budaya
Buku Stensilan
Bung Tomo
Candi Prambanan
Cantik
Chairil Anwar
Charles Baudelaire (1821-1867)
Cover Buku
Dami N. Toda
Dante Alighieri (1265-1321)
Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)
Denanyar Jombang
Dendam
Desa
Dwi Pranoto
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Emily Dickinson (1830-1886)
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Feminisme
Filsafat
Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta
Foto Lawas
François Villon (1430-1480)
Franz Schubert (1797-1828)
Frederick Delius (1862-1934)
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Friedrich Schiller (1759-1805)
G. J. Resink (1911-1997)
Gabriela Mistral (1889-1957)
Goethe
Hallaj
Hantu
Hazrat Inayat Khan
Henri de Régnier (1864-1936)
Henry Lawson (1867-1922)
Hermann Hesse
Ichsa Chusnul Chotimah
Identitas
Iftitahur Rohmah
Ignas Kleden
Igor Stravinsky (1882-1971)
Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo
Indonesia
Ingatan
Iqbal
Ismiyati Mukarromah
Javissyarqi Muhammada
Johannes Brahms (1833-1897)
John Keats (1795-1821)
José de Espronceda (1808-1842)
Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937)
Jostein Gaarder
Kadipaten Kulon 49 c
Kajian Budaya Semi
Karya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kausalitas
Kedutaan Perancis
Kegagalan
Kegelisahan
Kekuasaan
Kemenyan
Ken Angrok
Kenyataan
Kesadaran
KH. M. Najib Muhammad
Khalil Gibran (1883-1931)
Kitab Para Malaikat
Kitab Para Malaikat (Book of the Angels)
Komunitas Deo Gratias
Konsep
Korupsi
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana
Lintang Sastra
Ludwig Tieck
Luís Vaz de Camões
Lupa
Magetan
Makna
Maman S. Mahayana
Marco Polo (1254-1324)
Masa Depan
Matahari
Max Dauthendey (1867-1918)
Media: Crayon on Paper
MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Michelangelo (1475-1564)
Mimpi
Minamoto Yorimasa (1106-1180)
Mistik
Mitos
Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)
Mohammad Yamin
Mojokerto
Mozart
Natural
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Panggung
Paul Valéry (1871-1945)
PDS H.B. Jassin
Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949)
Pembangunan
Pemberontak
Pendapat
Pengangguran
Pengarang
Penjajakan
Penjarahan
Penyair
Penyair Tak Dikenal
Peperangan
Perang
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Perkalian
Pierre de Ronsard (1524-1585)
PKI
Plagiator
Post-modern
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Presiden Penyair
Proses Kreatif
Puisi
Puitik
Pujangga
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)
Rabindranath Tagore
Rainer Maria Rilke (1875-1926)
Realitas
Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo
Revolusi
Revormasi
Richard Strauss (1864-1949)
Richard Wagner (1813-1883)
Rimsky-Korsakov (1844-1908)
Rindu
Robert Desnos (1900-1945)
Rosalía de Castro (1837-1885)
Ruang
Rumi
Sajak
Sakral
Santa Teresa (1515-1582)
Sapu Jagad
Sara Teasdale (1884-1933)
Sastra
SastraNESIA
Sayap-sayap Sembrani
Segenggam Debu di Langit
Sejarah
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Seni
Serikat Petani Lampung
Shadra
Sihar Ramses Simatupang
Sumpah Pemuda
Sungai
Surabaya
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
tas Sastra Mangkubumen (KSM)
Taufiq Wr. Hidayat
Telaga Sarangan
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thales
Trilogi Kesadaran
Tubuh
Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga
Universitas Jember
Waktu
Walter Savage Landor (1775-1864)
Wawan Pinhole
William Blake (1757-1827)
William Butler Yeats (1865-1939)
Wislawa Szymborska
Yasunari Kawabata (1899-1972)
Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017
Yogyakarta
Yuja Wang
Yukio Mishima (1925-1970)
Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )
Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar