Kamis, 08 Juli 2010

EKSPRESI RUANG DI ANTARA PENDAPAT

Nurel Javissyarqi*

“Kecenderungan itu suatu kerahasiaan yang sedikit terungkap”

Pendapat ialah nilai, kelembutan air atau hembusan angin. Di antaranya ada nilai-nilai yang bisa digali tempat duduknya. Kita tak dapat memaksa pembaca, melaksanakan yang pernah kita geluti di alam nalar jadi keyakinan. Cukuplah diri, biar lainnya menarik jarak tempuh sebab perjalanan insan berbeda-beda.

Barangkali maksud temuan dari pendapat sebelumnya. Bagaimanapun tempat damai di hadapan orang, bisa berbalik kekacauan. Maka keadilan sebagai waktu mendiami ruang berketepatan, percakapan cahaya yang menjelma pembicaraan hangat menghadirkan kesadaran.

E.M. Cioran itu anak emas pendapat Nietzsche, tapi saudara boleh tak sefaham. Meski ada kesamaan nilai, boleh tak sama pengertian dalam batok kepala. Yang terindah mengambili sesuatu, serta mengeluarkannya dengan kemampuan melewati pengertian, sebagai keadilan penilaian atau pijakan.

Kita tidak mungkin mengikuti politisi kata-kata menerus, apalagi yang mendasarkan riwayat hidupnya sebagai kajian, meski pada seorang sejarawan. Karena boleh jadi yang kita mengerti itu pembetulan, lantas kita menemukan yang terpunyai sungguh dari teks-teks tersaksikan.

Kiranya kurang bijak menentang pendapat tanpa mengetahui takarannya. Kita mendiami tempat masing-masing, dan kebenaran mutlak hanya gambaran keuniversalan dari sesuatu yang disengaja sebagai nilai baru, yang bukan hukum saklek mudah patah arang.

Perbedaan yang menimbulkan perasaan masam atau rasa tak pernah tercecap namun ada, hadir saat membaca sebagai jarak dari beberapa nilai yang dipelajari. Tidak perlu hawatir keramaian, sebab bukan pertentangan. Lalu keburukan menuntut tidak dirasa, saat sedang mempersiapkan pendapat yang sudah tertanam semacam jiwa lapang.

Ketika tidak menyukai nilai yang ditanam, usah berbenci. Mereka masih serupa, mendiami ruang pribadi. Ini rahasia jarak agar yang dimaksud tidak jadi batu sandungan, ketika hendak ke alun-alun pendiskusian, tidak gontok-gontokan dari bermacam cabang aliran.

Simbul hadir di antara perberbedaan, memiliki kesamaan tingkat yang pencariannya damai. Dan kepemilikan paling besar, sebelum memahami kehadiran berbendapat. Ini kelapangan, membagikan hasil bukan paksaan pengalaman, tapi memberi kegembiraan. Berkah, itu bukan sesalan yang berangkat dari hitungan logika rasa semata, namun kesungguhan kerja di punggung matahari membakar kalori. Panas uap keringat, angin mengiringi senandung sebagai kesatuan kehendak.

Senja milik orang-orang memperhatikannya, dan kita tak punya, sepulang dari temaram menuju kemalaman. Namun gelap malam bagi semuanya, kecuali yang berada di tengah gemerlap kota. Langit selalu hadiahkan ruang pengertian, demi terus berjalan mengambili yang terasakan sebagai penerimaan, menghadirkan nilai universal.

Andai semua membantah, berarti ada ruang lain menjadi jarak terlaksana. Jarak tidak berarti kalau tak mendiami titik tertentu, meski sementara. Paparan ini bukan pembagian, andai muncul tuntutan, itu mengambil dari yang terpunyai di antara semuanya. Seperti hari ini mendapatkan capaian sendiri; keadilan perbuatan yang membutuhkan-berkecukupan.

Tidak bisa memungkiri, kita pernah lelah di ambang kebosanan. Dan istirah itu jarak penyembuhan, semisal nilai-nilai tertata apik. Menerima yang termiliki, dan menolaknya sebab tiada ruang untuk didiami. Maka jarak yang kita telusuri, sebenarnya ruang pribadi.

Ruang kosong terisi penerimaan sebagai waktu yang kita jalankan. Meski cara berangkat dari orang, kita memiliki hak dikembangkan berkepemilikan. Inilah studi masuknya diri menemukan pendapat, yang didasari lelatihan atas prosesi berulang. Pribadi mandiri tanpa harus memenggal kepala yang lain.

Kita memiliki ruang damai sejati, lewat berfikir seimbang tanpa paksaan dari keyakinan membelenggu. Maka melatih pertimbangan, sejenis melumasi penalaran kapan pun waktu, yang tidak tersendat bentuk karatan. Mengawasi timbangan, membetulkan yang kurang tepat atas jalannya keindahan, tapi bukan melupakan kehendak pertimbangan.

Membuka ruang kemungkinan bayu melewati pintu-jendela, memperbolehkan orang lain melihatnya, kecuali kerahasiaan. Sebab, pun takkan sanggup memasukinya, mereka hanya mereka-reka mendekati pembenaran, atas sikap kecenderungan. Adalah kecenderungan itu suatu kerahasiaan yang sedikit terungkap.

Ini berbeda dengan pintu terbuka was-was. Penantian hawatir ialah daerah rawan, butuh penyembuh serupa pengharapan baik. Kehawatiran itu perasaan miskin mendera, selalu kurang puas atas wilayah kesunyian. Dan kepenuhan didasarkan kecukupan diri sebagai kekayaan bathiniah. Kepenuhan murni datang pelahan, atas bangunan penerimaan tak goyah dari kesunyian gaib.

Jiwa-jiwa merdeka setelah membuka pepintu pendapat. Ini bukanlah membuang kesuntukan, tapi usaha menarik nafas dalam, dan dikeluarkan dengan niat kebugaran. Tentunya tidak mengganggu jika demi kesehatan mandiri, sebab mengeluarkan bau tak sedap. Bersikat gigilah, sebagai kesiapan sebelum bercakap, inilah kesungguhan data jadi mempuni.

*) Pengelana asal Lamongan, 2006 Jawa Timur, Indonesia.

Tidak ada komentar:

(1813-1883) Abdul Hadi W.M. Adelbert von Chamisso (1781-1838) Affandi Koesoema (1907–1990) Agama Para Bajingan Ajip Rosidi Akhmad Taufiq Albert Camus Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837) Amy Lowell (1874-1925) Andong Buku #3 André Chénier (1762-1794) Andy Warhol Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh Anton Bruckner (1824 –1896) Apa & Siapa Penyair Indonesia Arthur Rimbaud (1854-1891) Arthur Schopenhauer (1788-1860) Arti Bumi Intaran Bahasa Bakat Balada-balada Takdir Terlalu Dini Bangsa Basoeki Abdullah (1915 -1993) Batas Pasir Nadi Beethoven Ben Okri Bentara Budaya Yogyakarta Berita Biografi Nurel Javissyarqi Budaya Buku Stensilan Bung Tomo Candi Prambanan Cantik Chairil Anwar Charles Baudelaire (1821-1867) Cover Buku Dami N. Toda Dante Alighieri (1265-1321) Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Denanyar Jombang Dendam Desa Dwi Pranoto Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eka Budianta Emily Dickinson (1830-1886) Esai Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia Feminisme Filsafat Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta Foto Lawas François Villon (1430-1480) Franz Schubert (1797-1828) Frederick Delius (1862-1934) Friedrich Nietzsche (1844-1900) Friedrich Schiller (1759-1805) G. J. Resink (1911-1997) Gabriela Mistral (1889-1957) Goethe Hallaj Hantu Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier (1864-1936) Henry Lawson (1867-1922) Hermann Hesse Ichsa Chusnul Chotimah Identitas Iftitahur Rohmah Ignas Kleden Igor Stravinsky (1882-1971) Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo Indonesia Ingatan Iqbal Ismiyati Mukarromah Javissyarqi Muhammada Johannes Brahms (1833-1897) John Keats (1795-1821) José de Espronceda (1808-1842) Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937) Jostein Gaarder Kadipaten Kulon 49 c Kajian Budaya Semi Karya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kata-kata Mutiara Kausalitas Kedutaan Perancis Kegagalan Kegelisahan Kekuasaan Kemenyan Ken Angrok Kenyataan Kesadaran KH. M. Najib Muhammad Khalil Gibran (1883-1931) Kitab Para Malaikat Kitab Para Malaikat (Book of the Angels) Komunitas Deo Gratias Konsep Korupsi Kritik Sastra Kulya dalam Relung Filsafat Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana Lintang Sastra Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lupa Magetan Makna Maman S. Mahayana Marco Polo (1254-1324) Masa Depan Matahari Max Dauthendey (1867-1918) Media: Crayon on Paper MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Michelangelo (1475-1564) Mimpi Minamoto Yorimasa (1106-1180) Mistik Mitos Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881) Mohammad Yamin Mojokerto Mozart Natural Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pahlawan Pangeran Diponegoro Panggung Paul Valéry (1871-1945) PDS H.B. Jassin Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949) Pembangunan Pemberontak Pendapat Pengangguran Pengarang Penjajakan Penjarahan Penyair Penyair Tak Dikenal Peperangan Perang Percy Bysshe Shelley (1792–1822) Perkalian Pierre de Ronsard (1524-1585) PKI Plagiator Post-modern Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi) Presiden Penyair Proses Kreatif Puisi Puitik Pujangga PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Rainer Maria Rilke (1875-1926) Realitas Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo Revolusi Revormasi Richard Strauss (1864-1949) Richard Wagner (1813-1883) Rimsky-Korsakov (1844-1908) Rindu Robert Desnos (1900-1945) Rosalía de Castro (1837-1885) Ruang Rumi Sajak Sakral Santa Teresa (1515-1582) Sapu Jagad Sara Teasdale (1884-1933) Sastra SastraNESIA Sayap-sayap Sembrani Segenggam Debu di Langit Sejarah Self Portrait Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seni Serikat Petani Lampung Shadra Sihar Ramses Simatupang Sumpah Pemuda Sungai Surabaya Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri tas Sastra Mangkubumen (KSM) Taufiq Wr. Hidayat Telaga Sarangan Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thales Trilogi Kesadaran Tubuh Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga Universitas Jember Waktu Walter Savage Landor (1775-1864) Wawan Pinhole William Blake (1757-1827) William Butler Yeats (1865-1939) Wislawa Szymborska Yasunari Kawabata (1899-1972) Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017 Yogyakarta Yuja Wang Yukio Mishima (1925-1970) Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )