Nurel Javissyarqi*
“Kecenderungan itu suatu kerahasiaan yang sedikit terungkap”
Pendapat ialah nilai, kelembutan air atau hembusan angin. Di antaranya ada nilai-nilai yang bisa digali tempat duduknya. Kita tak dapat memaksa pembaca, melaksanakan yang pernah kita geluti di alam nalar jadi keyakinan. Cukuplah diri, biar lainnya menarik jarak tempuh sebab perjalanan insan berbeda-beda.
Barangkali maksud temuan dari pendapat sebelumnya. Bagaimanapun tempat damai di hadapan orang, bisa berbalik kekacauan. Maka keadilan sebagai waktu mendiami ruang berketepatan, percakapan cahaya yang menjelma pembicaraan hangat menghadirkan kesadaran.
E.M. Cioran itu anak emas pendapat Nietzsche, tapi saudara boleh tak sefaham. Meski ada kesamaan nilai, boleh tak sama pengertian dalam batok kepala. Yang terindah mengambili sesuatu, serta mengeluarkannya dengan kemampuan melewati pengertian, sebagai keadilan penilaian atau pijakan.
Kita tidak mungkin mengikuti politisi kata-kata menerus, apalagi yang mendasarkan riwayat hidupnya sebagai kajian, meski pada seorang sejarawan. Karena boleh jadi yang kita mengerti itu pembetulan, lantas kita menemukan yang terpunyai sungguh dari teks-teks tersaksikan.
Kiranya kurang bijak menentang pendapat tanpa mengetahui takarannya. Kita mendiami tempat masing-masing, dan kebenaran mutlak hanya gambaran keuniversalan dari sesuatu yang disengaja sebagai nilai baru, yang bukan hukum saklek mudah patah arang.
Perbedaan yang menimbulkan perasaan masam atau rasa tak pernah tercecap namun ada, hadir saat membaca sebagai jarak dari beberapa nilai yang dipelajari. Tidak perlu hawatir keramaian, sebab bukan pertentangan. Lalu keburukan menuntut tidak dirasa, saat sedang mempersiapkan pendapat yang sudah tertanam semacam jiwa lapang.
Ketika tidak menyukai nilai yang ditanam, usah berbenci. Mereka masih serupa, mendiami ruang pribadi. Ini rahasia jarak agar yang dimaksud tidak jadi batu sandungan, ketika hendak ke alun-alun pendiskusian, tidak gontok-gontokan dari bermacam cabang aliran.
Simbul hadir di antara perberbedaan, memiliki kesamaan tingkat yang pencariannya damai. Dan kepemilikan paling besar, sebelum memahami kehadiran berbendapat. Ini kelapangan, membagikan hasil bukan paksaan pengalaman, tapi memberi kegembiraan. Berkah, itu bukan sesalan yang berangkat dari hitungan logika rasa semata, namun kesungguhan kerja di punggung matahari membakar kalori. Panas uap keringat, angin mengiringi senandung sebagai kesatuan kehendak.
Senja milik orang-orang memperhatikannya, dan kita tak punya, sepulang dari temaram menuju kemalaman. Namun gelap malam bagi semuanya, kecuali yang berada di tengah gemerlap kota. Langit selalu hadiahkan ruang pengertian, demi terus berjalan mengambili yang terasakan sebagai penerimaan, menghadirkan nilai universal.
Andai semua membantah, berarti ada ruang lain menjadi jarak terlaksana. Jarak tidak berarti kalau tak mendiami titik tertentu, meski sementara. Paparan ini bukan pembagian, andai muncul tuntutan, itu mengambil dari yang terpunyai di antara semuanya. Seperti hari ini mendapatkan capaian sendiri; keadilan perbuatan yang membutuhkan-berkecukupan.
Tidak bisa memungkiri, kita pernah lelah di ambang kebosanan. Dan istirah itu jarak penyembuhan, semisal nilai-nilai tertata apik. Menerima yang termiliki, dan menolaknya sebab tiada ruang untuk didiami. Maka jarak yang kita telusuri, sebenarnya ruang pribadi.
Ruang kosong terisi penerimaan sebagai waktu yang kita jalankan. Meski cara berangkat dari orang, kita memiliki hak dikembangkan berkepemilikan. Inilah studi masuknya diri menemukan pendapat, yang didasari lelatihan atas prosesi berulang. Pribadi mandiri tanpa harus memenggal kepala yang lain.
Kita memiliki ruang damai sejati, lewat berfikir seimbang tanpa paksaan dari keyakinan membelenggu. Maka melatih pertimbangan, sejenis melumasi penalaran kapan pun waktu, yang tidak tersendat bentuk karatan. Mengawasi timbangan, membetulkan yang kurang tepat atas jalannya keindahan, tapi bukan melupakan kehendak pertimbangan.
Membuka ruang kemungkinan bayu melewati pintu-jendela, memperbolehkan orang lain melihatnya, kecuali kerahasiaan. Sebab, pun takkan sanggup memasukinya, mereka hanya mereka-reka mendekati pembenaran, atas sikap kecenderungan. Adalah kecenderungan itu suatu kerahasiaan yang sedikit terungkap.
Ini berbeda dengan pintu terbuka was-was. Penantian hawatir ialah daerah rawan, butuh penyembuh serupa pengharapan baik. Kehawatiran itu perasaan miskin mendera, selalu kurang puas atas wilayah kesunyian. Dan kepenuhan didasarkan kecukupan diri sebagai kekayaan bathiniah. Kepenuhan murni datang pelahan, atas bangunan penerimaan tak goyah dari kesunyian gaib.
Jiwa-jiwa merdeka setelah membuka pepintu pendapat. Ini bukanlah membuang kesuntukan, tapi usaha menarik nafas dalam, dan dikeluarkan dengan niat kebugaran. Tentunya tidak mengganggu jika demi kesehatan mandiri, sebab mengeluarkan bau tak sedap. Bersikat gigilah, sebagai kesiapan sebelum bercakap, inilah kesungguhan data jadi mempuni.
*) Pengelana asal Lamongan, 2006 Jawa Timur, Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(1813-1883)
Abdul Hadi W.M.
Adelbert von Chamisso (1781-1838)
Affandi Koesoema (1907–1990)
Agama Para Bajingan
Ajip Rosidi
Akhmad Taufiq
Albert Camus
Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837)
Amy Lowell (1874-1925)
Andong Buku #3
André Chénier (1762-1794)
Andy Warhol
Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh
Anton Bruckner (1824 –1896)
Apa & Siapa Penyair Indonesia
Arthur Rimbaud (1854-1891)
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arti Bumi Intaran
Bahasa
Bakat
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Bangsa
Basoeki Abdullah (1915 -1993)
Batas Pasir Nadi
Beethoven
Ben Okri
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Biografi Nurel Javissyarqi
Budaya
Buku Stensilan
Bung Tomo
Candi Prambanan
Cantik
Chairil Anwar
Charles Baudelaire (1821-1867)
Cover Buku
Dami N. Toda
Dante Alighieri (1265-1321)
Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)
Denanyar Jombang
Dendam
Desa
Dwi Pranoto
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Emily Dickinson (1830-1886)
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Feminisme
Filsafat
Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta
Foto Lawas
François Villon (1430-1480)
Franz Schubert (1797-1828)
Frederick Delius (1862-1934)
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Friedrich Schiller (1759-1805)
G. J. Resink (1911-1997)
Gabriela Mistral (1889-1957)
Goethe
Hallaj
Hantu
Hazrat Inayat Khan
Henri de Régnier (1864-1936)
Henry Lawson (1867-1922)
Hermann Hesse
Ichsa Chusnul Chotimah
Identitas
Iftitahur Rohmah
Ignas Kleden
Igor Stravinsky (1882-1971)
Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo
Indonesia
Ingatan
Iqbal
Ismiyati Mukarromah
Javissyarqi Muhammada
Johannes Brahms (1833-1897)
John Keats (1795-1821)
José de Espronceda (1808-1842)
Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937)
Jostein Gaarder
Kadipaten Kulon 49 c
Kajian Budaya Semi
Karya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kausalitas
Kedutaan Perancis
Kegagalan
Kegelisahan
Kekuasaan
Kemenyan
Ken Angrok
Kenyataan
Kesadaran
KH. M. Najib Muhammad
Khalil Gibran (1883-1931)
Kitab Para Malaikat
Kitab Para Malaikat (Book of the Angels)
Komunitas Deo Gratias
Konsep
Korupsi
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana
Lintang Sastra
Ludwig Tieck
Luís Vaz de Camões
Lupa
Magetan
Makna
Maman S. Mahayana
Marco Polo (1254-1324)
Masa Depan
Matahari
Max Dauthendey (1867-1918)
Media: Crayon on Paper
MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Michelangelo (1475-1564)
Mimpi
Minamoto Yorimasa (1106-1180)
Mistik
Mitos
Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)
Mohammad Yamin
Mojokerto
Mozart
Natural
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Panggung
Paul Valéry (1871-1945)
PDS H.B. Jassin
Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949)
Pembangunan
Pemberontak
Pendapat
Pengangguran
Pengarang
Penjajakan
Penjarahan
Penyair
Penyair Tak Dikenal
Peperangan
Perang
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Perkalian
Pierre de Ronsard (1524-1585)
PKI
Plagiator
Post-modern
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Presiden Penyair
Proses Kreatif
Puisi
Puitik
Pujangga
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)
Rabindranath Tagore
Rainer Maria Rilke (1875-1926)
Realitas
Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo
Revolusi
Revormasi
Richard Strauss (1864-1949)
Richard Wagner (1813-1883)
Rimsky-Korsakov (1844-1908)
Rindu
Robert Desnos (1900-1945)
Rosalía de Castro (1837-1885)
Ruang
Rumi
Sajak
Sakral
Santa Teresa (1515-1582)
Sapu Jagad
Sara Teasdale (1884-1933)
Sastra
SastraNESIA
Sayap-sayap Sembrani
Segenggam Debu di Langit
Sejarah
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Seni
Serikat Petani Lampung
Shadra
Sihar Ramses Simatupang
Sumpah Pemuda
Sungai
Surabaya
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
tas Sastra Mangkubumen (KSM)
Taufiq Wr. Hidayat
Telaga Sarangan
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thales
Trilogi Kesadaran
Tubuh
Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga
Universitas Jember
Waktu
Walter Savage Landor (1775-1864)
Wawan Pinhole
William Blake (1757-1827)
William Butler Yeats (1865-1939)
Wislawa Szymborska
Yasunari Kawabata (1899-1972)
Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017
Yogyakarta
Yuja Wang
Yukio Mishima (1925-1970)
Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )
Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar