Rabu, 14 April 2010

Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/

Modest Petrovich Mussorgsky (9 Maret 1839 - 16 Maret 1881) salah satu komponis Rusia yang dikenal Lima (lima sekawan; Rimsky-Korsakov, Balakirev, Moussorgsky, César Cui, Borodin), ialah inovator musik Rusia periode romantis. Berusaha mencapai musik unik identitas Rusia, yang sering disengaja melanggar konvensi telah mapan musik Barat. Karya-karyanya terinspirasi sejarah Rusia, cerita rakyat dan tema-tema nasionalis lain, termasuk opera Boris Godunov, nada orkestra puisi Malam di Gunung Gundul, piano suite Pictures pada Pameran. Selama bertahun-tahun karyanya dikenal versi direvisi atau diselesaikan komposer lain. Banyak dari komposisi paling penting baru datang ke mereka berbentuk aslinya, pun beberapa nilai keaslian tetap ada. {dari http://en.wikipedia.org/wiki/Modest_Mussorgsky}

Moussorgsky tak tahu simfoni atau fuga itu. Musiknya primitif, liar dan indah sebatu-batu karang menjulang ke atas, dari liang besar. Liang besar itu hati manusia. Perhatikan saja gambar penyair musik ini. Wajah liar itu kita temui dalam musiknya. Ia belajar bukan dari buku-buku harmoni dan kontrapunt, tapi dalam kedai-kedai di mana si jelata menyanyi dan di tengah-tengah alam di mana jelata memeras keringat, pula bersuka ria. Moussorgsky kebalikan dari Rimsky-Korsakov. Ia tak suka dongengan. Lautan terindah dinyanyikan Rimsky, ia benci sekali. “Hanya berisikan binatang-binatang berdarah dingin” katanya. Musik mutlak ia rendahkan dan tak bisa secara biasa menggambarkan pemandangan alam. Daerahnya di mana kita rasakan elementer juga menderas: Penyesalan seorang Boris Godunov, kengerian rasa di medan perang. Ia disamakan Dostoyevsky, keduanya disebut “seniman dari kekacauan.” Jiwanya penuh rahasia itu sulit dimengerti. Tapi orang Rusia ini tak dapat pengaruh sedikit pun dari Eropa Barat. Mungkin ia paling Rusia dari semua komponis. Titik beratnya tidak terletak dalam musik simfonisnya, tapi diopera “Boris Godunov” serta dalam lagu-lagunya. {J. Van Ackere, buku Musik Abadi, terjemahan J. A. Dungga, Gunung Agung Djakarta, tahun lenyap, judul buku aslinya Eeuwige Muziek, diterbitkan N.V. Standaard-Boekhandel, Antwerpen, Belgie}
***

Mendengar musik Mussorgsky “Night On Bald Mountain” lewat You Tibe:

ialah nada gila-gilaan, jiwa patriotik edan-edakan, kekacauan dari gumpalan rindu terus membelukar.

Duri-duri, tapak-tapak zik-zak, lengkingan suara bathin menancap, otot-otot beringas, hujan deras membebas.

Mematikan pengamat, ciutkan nyali kritikus. Keegoisan meledak-ledak itu, kalau tak disikapi arif, bisa dianggap mengacaukan harmoni.

Simfoninya dibentur-benturkan elemen pastoral angin ribut, meteor berjatuhan, debu-debu membumbung di lingkaran ganas.

Mengangkat segenap hati, perasaan ditelanjangi atas kejujuran bersetia.

Semua sudut-sudut diisi lemak jiwa, meraung-raung dari nalar hampir pecah.

Kelembutan mengiris urat nadi, kebocoran lapisan ozon, menghanguskan mental sempit.

Diam bukan mati, tapi menyusun kekuatan menarik balasan sedari jarak jauh.

Mengintip, memata-matai tatanan kemandekan, menakut-nakuti dengan hantu keluar sarang.

Setan-setan bayangan dimasukkan, pesona langut menyeret kelahiran ganjil.

Takdirnya dipastikan waktu, hadir keniscayaan abadi, di kepala-kepala terlebih dulu terancam.

Mussorgsky membangun musiknya dari intrik penalaran diselusupan ke dalam jiwa.

Diangkatnya menyerupai dendam eksistensi, yang diobrak-abrik para intelektual kerdil.

Kekuatannya menaburkan biji-biji menilik kandungan air, bersegenap alam dia masukkan ketegangan.

Raungan di balik kuburan dalam pesta setan politik, mencanangkan gugusan besar jiwa pembela negara.

Mengeruk tambang cerita lama di kedai-kedai mesum, kaki-kaki tentara mabuk pangkat dipreteli, kalau tidak ayunkan senjata.

Musiknya serius, lebih waras dari sekadar keindahan. Keberingasan berkumandang atas purnanya kesumat.

Serupa pemenggal berhala, nilai-nilai santun kemayu diluruskan pedang jiwa. Menari di udara, langkahnya makmur keberanian.

Musiknya mendorong penyesuai kedinamisan gadis-gadis penggoda, tidak jemu memamerkan paha betis kemewah.

Lalu dipenggalnya nalar bersenyuman dingin tersimpan maut.

Iramanya mengejek semua lapisan. Dengan kelihaiannya mampu permainkan pesona, tanpa pedulikan pendengar.

Sebab kemabukan besar, penonton terpaksa bangun dalam dirinya kekhusyukan. Mencerna kehati-hatian, mencurigai kegilaan.

Iramanya berdansa membuka malu kebodohan, yang ditutupi pakaian.

Menertawan. Kita tak sanggup berkutik, hanya umpat yang keluar.

Ini sisi gelap ideologi pembelunderan pincang, lahir dari sejarah paling kelam.

Dia fahami ketumpulan, berlatih keras perimbangan rasa pengalaman dengar, memamah perubahan.

Dia tak butuh tepuk tangan, ketegangan yang diharapkan; teror maut, sedih kaku, pilu membatu di pinggiran waktu.

Pergerakan revolusi terindah bernada menghanyutkan, membangunkan jiwa-jiwa pelena.

Bangkit naluri, gubahan bergegas ke muka. Memenuhi panggilan asap duka harga manusia.

Keharmonisan berdaya rindu misteri diungkap dari gemuruh kekacauan, menarik balasan kecelakaan.

Bulu-bulu tegak, musik Mussorgsky berkumandang.
Konsep peperangan, dalil strategi berhadap-hadapan.
Beradu mata merah, nyali ditempa kehausan cahaya.

Telur-telur pecah, waktu dipersembahkan pukulan, hantaman suara-suara setebal kaca paling purba.

Kawanan lebah menyerang durjana, belati menancap ke perut. Taktik menyilaukan, muslihat buyarkan teka-teki.

Kitab strategi peperangan memanfaatkan segala kemungkinan, bersiasat dari himpitan kepungan.

Gertak kaki-kaki kuda tangguh, derap bertubi-tubi dari dunia gaib diselusupkan, kurban dicatat setiap generasi.

Tidak ada komentar:

(1813-1883) Abdul Hadi W.M. Adelbert von Chamisso (1781-1838) Affandi Koesoema (1907–1990) Agama Para Bajingan Ajip Rosidi Akhmad Taufiq Albert Camus Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837) Amy Lowell (1874-1925) Andong Buku #3 André Chénier (1762-1794) Andy Warhol Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh Anton Bruckner (1824 –1896) Apa & Siapa Penyair Indonesia Arthur Rimbaud (1854-1891) Arthur Schopenhauer (1788-1860) Arti Bumi Intaran Bahasa Bakat Balada-balada Takdir Terlalu Dini Bangsa Basoeki Abdullah (1915 -1993) Batas Pasir Nadi Beethoven Ben Okri Bentara Budaya Yogyakarta Berita Biografi Nurel Javissyarqi Budaya Buku Stensilan Bung Tomo Candi Prambanan Cantik Chairil Anwar Charles Baudelaire (1821-1867) Cover Buku Dami N. Toda Dante Alighieri (1265-1321) Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Denanyar Jombang Dendam Desa Dwi Pranoto Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eka Budianta Emily Dickinson (1830-1886) Esai Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia Feminisme Filsafat Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta Foto Lawas François Villon (1430-1480) Franz Schubert (1797-1828) Frederick Delius (1862-1934) Friedrich Nietzsche (1844-1900) Friedrich Schiller (1759-1805) G. J. Resink (1911-1997) Gabriela Mistral (1889-1957) Goethe Hallaj Hantu Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier (1864-1936) Henry Lawson (1867-1922) Hermann Hesse Ichsa Chusnul Chotimah Identitas Iftitahur Rohmah Ignas Kleden Igor Stravinsky (1882-1971) Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo Indonesia Ingatan Iqbal Ismiyati Mukarromah Javissyarqi Muhammada Johannes Brahms (1833-1897) John Keats (1795-1821) José de Espronceda (1808-1842) Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937) Jostein Gaarder Kadipaten Kulon 49 c Kajian Budaya Semi Karya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kata-kata Mutiara Kausalitas Kedutaan Perancis Kegagalan Kegelisahan Kekuasaan Kemenyan Ken Angrok Kenyataan Kesadaran KH. M. Najib Muhammad Khalil Gibran (1883-1931) Kitab Para Malaikat Kitab Para Malaikat (Book of the Angels) Komunitas Deo Gratias Konsep Korupsi Kritik Sastra Kulya dalam Relung Filsafat Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana Lintang Sastra Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lupa Magetan Makna Maman S. Mahayana Marco Polo (1254-1324) Masa Depan Matahari Max Dauthendey (1867-1918) Media: Crayon on Paper MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Michelangelo (1475-1564) Mimpi Minamoto Yorimasa (1106-1180) Mistik Mitos Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881) Mohammad Yamin Mojokerto Mozart Natural Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pahlawan Pangeran Diponegoro Panggung Paul Valéry (1871-1945) PDS H.B. Jassin Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949) Pembangunan Pemberontak Pendapat Pengangguran Pengarang Penjajakan Penjarahan Penyair Penyair Tak Dikenal Peperangan Perang Percy Bysshe Shelley (1792–1822) Perkalian Pierre de Ronsard (1524-1585) PKI Plagiator Post-modern Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi) Presiden Penyair Proses Kreatif Puisi Puitik Pujangga PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Rainer Maria Rilke (1875-1926) Realitas Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo Revolusi Revormasi Richard Strauss (1864-1949) Richard Wagner (1813-1883) Rimsky-Korsakov (1844-1908) Rindu Robert Desnos (1900-1945) Rosalía de Castro (1837-1885) Ruang Rumi Sajak Sakral Santa Teresa (1515-1582) Sapu Jagad Sara Teasdale (1884-1933) Sastra SastraNESIA Sayap-sayap Sembrani Segenggam Debu di Langit Sejarah Self Portrait Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seni Serikat Petani Lampung Shadra Sihar Ramses Simatupang Sumpah Pemuda Sungai Surabaya Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri tas Sastra Mangkubumen (KSM) Taufiq Wr. Hidayat Telaga Sarangan Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thales Trilogi Kesadaran Tubuh Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga Universitas Jember Waktu Walter Savage Landor (1775-1864) Wawan Pinhole William Blake (1757-1827) William Butler Yeats (1865-1939) Wislawa Szymborska Yasunari Kawabata (1899-1972) Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017 Yogyakarta Yuja Wang Yukio Mishima (1925-1970) Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )