Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/
Modest Petrovich Mussorgsky (9 Maret 1839 - 16 Maret 1881) salah satu komponis Rusia yang dikenal Lima (lima sekawan; Rimsky-Korsakov, Balakirev, Moussorgsky, César Cui, Borodin), ialah inovator musik Rusia periode romantis. Berusaha mencapai musik unik identitas Rusia, yang sering disengaja melanggar konvensi telah mapan musik Barat. Karya-karyanya terinspirasi sejarah Rusia, cerita rakyat dan tema-tema nasionalis lain, termasuk opera Boris Godunov, nada orkestra puisi Malam di Gunung Gundul, piano suite Pictures pada Pameran. Selama bertahun-tahun karyanya dikenal versi direvisi atau diselesaikan komposer lain. Banyak dari komposisi paling penting baru datang ke mereka berbentuk aslinya, pun beberapa nilai keaslian tetap ada. {dari http://en.wikipedia.org/wiki/Modest_Mussorgsky}
Moussorgsky tak tahu simfoni atau fuga itu. Musiknya primitif, liar dan indah sebatu-batu karang menjulang ke atas, dari liang besar. Liang besar itu hati manusia. Perhatikan saja gambar penyair musik ini. Wajah liar itu kita temui dalam musiknya. Ia belajar bukan dari buku-buku harmoni dan kontrapunt, tapi dalam kedai-kedai di mana si jelata menyanyi dan di tengah-tengah alam di mana jelata memeras keringat, pula bersuka ria. Moussorgsky kebalikan dari Rimsky-Korsakov. Ia tak suka dongengan. Lautan terindah dinyanyikan Rimsky, ia benci sekali. “Hanya berisikan binatang-binatang berdarah dingin” katanya. Musik mutlak ia rendahkan dan tak bisa secara biasa menggambarkan pemandangan alam. Daerahnya di mana kita rasakan elementer juga menderas: Penyesalan seorang Boris Godunov, kengerian rasa di medan perang. Ia disamakan Dostoyevsky, keduanya disebut “seniman dari kekacauan.” Jiwanya penuh rahasia itu sulit dimengerti. Tapi orang Rusia ini tak dapat pengaruh sedikit pun dari Eropa Barat. Mungkin ia paling Rusia dari semua komponis. Titik beratnya tidak terletak dalam musik simfonisnya, tapi diopera “Boris Godunov” serta dalam lagu-lagunya. {J. Van Ackere, buku Musik Abadi, terjemahan J. A. Dungga, Gunung Agung Djakarta, tahun lenyap, judul buku aslinya Eeuwige Muziek, diterbitkan N.V. Standaard-Boekhandel, Antwerpen, Belgie}
***
Mendengar musik Mussorgsky “Night On Bald Mountain” lewat You Tibe:
ialah nada gila-gilaan, jiwa patriotik edan-edakan, kekacauan dari gumpalan rindu terus membelukar.
Duri-duri, tapak-tapak zik-zak, lengkingan suara bathin menancap, otot-otot beringas, hujan deras membebas.
Mematikan pengamat, ciutkan nyali kritikus. Keegoisan meledak-ledak itu, kalau tak disikapi arif, bisa dianggap mengacaukan harmoni.
Simfoninya dibentur-benturkan elemen pastoral angin ribut, meteor berjatuhan, debu-debu membumbung di lingkaran ganas.
Mengangkat segenap hati, perasaan ditelanjangi atas kejujuran bersetia.
Semua sudut-sudut diisi lemak jiwa, meraung-raung dari nalar hampir pecah.
Kelembutan mengiris urat nadi, kebocoran lapisan ozon, menghanguskan mental sempit.
Diam bukan mati, tapi menyusun kekuatan menarik balasan sedari jarak jauh.
Mengintip, memata-matai tatanan kemandekan, menakut-nakuti dengan hantu keluar sarang.
Setan-setan bayangan dimasukkan, pesona langut menyeret kelahiran ganjil.
Takdirnya dipastikan waktu, hadir keniscayaan abadi, di kepala-kepala terlebih dulu terancam.
Mussorgsky membangun musiknya dari intrik penalaran diselusupan ke dalam jiwa.
Diangkatnya menyerupai dendam eksistensi, yang diobrak-abrik para intelektual kerdil.
Kekuatannya menaburkan biji-biji menilik kandungan air, bersegenap alam dia masukkan ketegangan.
Raungan di balik kuburan dalam pesta setan politik, mencanangkan gugusan besar jiwa pembela negara.
Mengeruk tambang cerita lama di kedai-kedai mesum, kaki-kaki tentara mabuk pangkat dipreteli, kalau tidak ayunkan senjata.
Musiknya serius, lebih waras dari sekadar keindahan. Keberingasan berkumandang atas purnanya kesumat.
Serupa pemenggal berhala, nilai-nilai santun kemayu diluruskan pedang jiwa. Menari di udara, langkahnya makmur keberanian.
Musiknya mendorong penyesuai kedinamisan gadis-gadis penggoda, tidak jemu memamerkan paha betis kemewah.
Lalu dipenggalnya nalar bersenyuman dingin tersimpan maut.
Iramanya mengejek semua lapisan. Dengan kelihaiannya mampu permainkan pesona, tanpa pedulikan pendengar.
Sebab kemabukan besar, penonton terpaksa bangun dalam dirinya kekhusyukan. Mencerna kehati-hatian, mencurigai kegilaan.
Iramanya berdansa membuka malu kebodohan, yang ditutupi pakaian.
Menertawan. Kita tak sanggup berkutik, hanya umpat yang keluar.
Ini sisi gelap ideologi pembelunderan pincang, lahir dari sejarah paling kelam.
Dia fahami ketumpulan, berlatih keras perimbangan rasa pengalaman dengar, memamah perubahan.
Dia tak butuh tepuk tangan, ketegangan yang diharapkan; teror maut, sedih kaku, pilu membatu di pinggiran waktu.
Pergerakan revolusi terindah bernada menghanyutkan, membangunkan jiwa-jiwa pelena.
Bangkit naluri, gubahan bergegas ke muka. Memenuhi panggilan asap duka harga manusia.
Keharmonisan berdaya rindu misteri diungkap dari gemuruh kekacauan, menarik balasan kecelakaan.
Bulu-bulu tegak, musik Mussorgsky berkumandang.
Konsep peperangan, dalil strategi berhadap-hadapan.
Beradu mata merah, nyali ditempa kehausan cahaya.
Telur-telur pecah, waktu dipersembahkan pukulan, hantaman suara-suara setebal kaca paling purba.
Kawanan lebah menyerang durjana, belati menancap ke perut. Taktik menyilaukan, muslihat buyarkan teka-teki.
Kitab strategi peperangan memanfaatkan segala kemungkinan, bersiasat dari himpitan kepungan.
Gertak kaki-kaki kuda tangguh, derap bertubi-tubi dari dunia gaib diselusupkan, kurban dicatat setiap generasi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(1813-1883)
Abdul Hadi W.M.
Adelbert von Chamisso (1781-1838)
Affandi Koesoema (1907–1990)
Agama Para Bajingan
Ajip Rosidi
Akhmad Taufiq
Albert Camus
Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837)
Amy Lowell (1874-1925)
Andong Buku #3
André Chénier (1762-1794)
Andy Warhol
Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh
Anton Bruckner (1824 –1896)
Apa & Siapa Penyair Indonesia
Arthur Rimbaud (1854-1891)
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arti Bumi Intaran
Bahasa
Bakat
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Bangsa
Basoeki Abdullah (1915 -1993)
Batas Pasir Nadi
Beethoven
Ben Okri
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Biografi Nurel Javissyarqi
Budaya
Buku Stensilan
Bung Tomo
Candi Prambanan
Cantik
Chairil Anwar
Charles Baudelaire (1821-1867)
Cover Buku
Dami N. Toda
Dante Alighieri (1265-1321)
Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)
Denanyar Jombang
Dendam
Desa
Dwi Pranoto
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Emily Dickinson (1830-1886)
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Feminisme
Filsafat
Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta
Foto Lawas
François Villon (1430-1480)
Franz Schubert (1797-1828)
Frederick Delius (1862-1934)
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Friedrich Schiller (1759-1805)
G. J. Resink (1911-1997)
Gabriela Mistral (1889-1957)
Goethe
Hallaj
Hantu
Hazrat Inayat Khan
Henri de Régnier (1864-1936)
Henry Lawson (1867-1922)
Hermann Hesse
Ichsa Chusnul Chotimah
Identitas
Iftitahur Rohmah
Ignas Kleden
Igor Stravinsky (1882-1971)
Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo
Indonesia
Ingatan
Iqbal
Ismiyati Mukarromah
Javissyarqi Muhammada
Johannes Brahms (1833-1897)
John Keats (1795-1821)
José de Espronceda (1808-1842)
Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937)
Jostein Gaarder
Kadipaten Kulon 49 c
Kajian Budaya Semi
Karya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kausalitas
Kedutaan Perancis
Kegagalan
Kegelisahan
Kekuasaan
Kemenyan
Ken Angrok
Kenyataan
Kesadaran
KH. M. Najib Muhammad
Khalil Gibran (1883-1931)
Kitab Para Malaikat
Kitab Para Malaikat (Book of the Angels)
Komunitas Deo Gratias
Konsep
Korupsi
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana
Lintang Sastra
Ludwig Tieck
Luís Vaz de Camões
Lupa
Magetan
Makna
Maman S. Mahayana
Marco Polo (1254-1324)
Masa Depan
Matahari
Max Dauthendey (1867-1918)
Media: Crayon on Paper
MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Michelangelo (1475-1564)
Mimpi
Minamoto Yorimasa (1106-1180)
Mistik
Mitos
Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)
Mohammad Yamin
Mojokerto
Mozart
Natural
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Panggung
Paul Valéry (1871-1945)
PDS H.B. Jassin
Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949)
Pembangunan
Pemberontak
Pendapat
Pengangguran
Pengarang
Penjajakan
Penjarahan
Penyair
Penyair Tak Dikenal
Peperangan
Perang
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Perkalian
Pierre de Ronsard (1524-1585)
PKI
Plagiator
Post-modern
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Presiden Penyair
Proses Kreatif
Puisi
Puitik
Pujangga
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)
Rabindranath Tagore
Rainer Maria Rilke (1875-1926)
Realitas
Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo
Revolusi
Revormasi
Richard Strauss (1864-1949)
Richard Wagner (1813-1883)
Rimsky-Korsakov (1844-1908)
Rindu
Robert Desnos (1900-1945)
Rosalía de Castro (1837-1885)
Ruang
Rumi
Sajak
Sakral
Santa Teresa (1515-1582)
Sapu Jagad
Sara Teasdale (1884-1933)
Sastra
SastraNESIA
Sayap-sayap Sembrani
Segenggam Debu di Langit
Sejarah
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Seni
Serikat Petani Lampung
Shadra
Sihar Ramses Simatupang
Sumpah Pemuda
Sungai
Surabaya
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
tas Sastra Mangkubumen (KSM)
Taufiq Wr. Hidayat
Telaga Sarangan
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thales
Trilogi Kesadaran
Tubuh
Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga
Universitas Jember
Waktu
Walter Savage Landor (1775-1864)
Wawan Pinhole
William Blake (1757-1827)
William Butler Yeats (1865-1939)
Wislawa Szymborska
Yasunari Kawabata (1899-1972)
Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017
Yogyakarta
Yuja Wang
Yukio Mishima (1925-1970)
Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )
Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar