Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/
Johannes Brahms (7 Mei 1833 - 3 April 1897) seorang komponis dan pianis Jerman, salah satu musisi utama zaman Romantik. Lahir di Hamburg, Jerman, namun banyak berkarya serta meninggal di Wina, Austria. Masa hidupnya sangat populer juga berpengaruh dalam dunia musik. Brahms membuat komposisi musik piano, ansambel musik kamar, orkestra simfoni pun untuk penyanyi pula paduan suara. Sebagai pianis mahir, sering menampilkan sendiri karya-karyanya secara perdana. Bekerja sama dengan penampil utama di masanya, termasuk pianis Clara Schumann (istri komponis Robert Schumann). Banyak karyanya bagian dari repertoar standar konser klasik hingga kini. Yang paling terkenal Wiegenlied, Op. 49 No. 4 (”Lagu Nina Bobo” dalam bahasa Inggris dikenal Brahms’ Lullaby) {dari http://id.wikipedia.org/wiki/Johannes_Brahms}
Brahms makin lama harum namanya. Orang-orang Jerman menyamakannya dengan Bach dan Beethoven, dengan bangga mereka mengemukakan ketiga B mereka. Seperti juga Bach pula Beethoven, Brahms tetap menjulang sebagai puncak karang di atas pasang, serta surut air dalam pujaan dangkal. Brahms mengalami tragedi hidup lain daripada Beethoven, Goethe, Schumann. Kalau ketiga seniman belakangan ini mengambil zat-zat seninya dari hidup penuh. Pada Brahms, musik mendapatkan resonansinya yang sedih kadang halus oleh kekosongan hati. Dante mempunyai Beatrice, Beethoven memiliki Unsterblich Geliebte, Rubens Helene Fourment. Dan Brahms? Tidak, tidak mengabdikan seorang kekasih. Orang tidaklah suka membicarakan yang menyelubungi hidupnya. Suatu misteri besar mengenai perasaan halus. Brahms dalam seluruh hidup mencintai istri kawannya paling akrab, cinta yang tragis dan sia-sia. {Ringkasan pendapat J. Van Ackere, di buku Musik Abadi, terjemahan J. A. Dungga, Gunung Agung Djakarta, tahun lenyap, judul buku aslinya Eeuwige Muziek, diterbitkan N.V. Standaard-Boekhandel, Antwerpen, Belgie}.
***
Musik Brahms selalu menyayat raga bathin sukma pendengar. Ada lengkingan jauh bergaung abadi di lereng lembah ke padang lara.
Tangisan terdalam mengirisi daging jiwa, mewaktu berhenti dalam kepulan emosi tak tertandai nan sulit dimaknai.
Jikalau sekuntum bunga sumekar, tidak dengan kefitrohan musti. Ada yang tertahan dari pancaran damai.
Hembusan langut mencekam kalbu, menggelepar perasaan pada amukan badai kecemasan.
Rintihan memegang pintu kayu, kadang bergelayutan malas di jendela waktu.
Seakan menarik-narik di tiang rumah berbatang bambu. Bersimpuh di lantai marmer bersimpan harum melati, melewati cela-cela wangi bencah tanah pertiwi.
Di rerongga nafas ingatan tersengal, tersedaklah kenangan kepada bayang-bayang kekasih lama.
Aku teringat film bertitel “Before Sunrise,” membayangkan Brahms berjalan-jalan ke sesudut kota Wina dalam proses kreatifnya.
Sambil mencatat sesuatu di lelembaran kertas usang, serupa foto Beethoven kerap nampang.
Atau duduk di atas batu pinggiran sungai, menikmati lelampu malam puitis, sesayu melantunkan musik kesendirian.
Iramanya pelahan setarikan sakaratul maut kasih sayang, ditinggal pergi kekasih pujaan.
Ditiup ribuan pilu, rindu paling dulu terngiang, menggebu sulit dihentikan. Tapi apa daya, realitas berlaku tak sama.
Terus melangkah memegang dada perih mengusap air mata, memasrahkan nasibnya dalam kesunyian lama.
Hanya jerit bathin menemani dendang ganjil penghibur hati. Sentuhan itu melestari, dari penggalan masa-masa dipukuli mata waktu paling keji.
Atas kuntuman lekuk tubuh wanita, Brahms menghadirkan irama musik penuh aura.
Kesakralan harum bunga, diruapi ruh puja kefitrian kodrat. Juga wewarna terpantul fitroh keindahannya.
Ada terkoyak dari segenap bathin suka, teriris kenangan purba.
Perpaduan nada-nada membetot akaran jantung, dihidangkan di cawan tragedi.
Menjelma suatu drama, kisah mengharukan mata memeras seluruh jiwa, demi diuntahkan ke pelbagai pesona.
Suara-suara lembut jauh memecah keheningan, ke ujung-ujung kedewasaan sedari dinaya penyesalan.
Lengkingan nada-nada menujah bencah rindu, mengirisi sepi menjelma sayatan detakan nadi.
Kisah kasih sayang sia-sia menemui muaranya, getir pahit dirasa, cemas langut menghantui jiwa insani.
Brahms memendam kayungyung kian pedih, setangisan para dewa yang dimurkahi Sang Kuasa.
Melayarkan tangis sejauh sungai di kota Wina, lembut tersapu angin dihantarkan daun-daun terjatuh guguran musim.
Musiknya melukiskan semua penuh sahaja, jiwa lestari atas kepahitan abadi.
Simfoninya membumbung dari ketinggian tanjung karang paling terjal, oleh hempasan ombak bathin menerjang lantang.
Pecahan bulir-bulir cahaya pasir, uap naik, asap dupa kecewa, berkabar ke negeri awan-gemawan.
Menyenggol hati sama-sama diterbangkan kepahitan. Atau tangisan bidadari, butiran air matanya dihantar geraian percumbuan halus.
Bumi-langit tiada beda. Brahms tak hendak berharap-harap, nyata jiwanya melampaui yang diwariskan kecewa.
Elusan peri dengan sendirinya menggarami perasaan. Seyogyanya insan saling berkasih, karena keberadaan jiwa-jiwa rumpil makluk di hadapan Sang Pencipta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(1813-1883)
Abdul Hadi W.M.
Adelbert von Chamisso (1781-1838)
Affandi Koesoema (1907–1990)
Agama Para Bajingan
Ajip Rosidi
Akhmad Taufiq
Albert Camus
Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837)
Amy Lowell (1874-1925)
Andong Buku #3
André Chénier (1762-1794)
Andy Warhol
Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh
Anton Bruckner (1824 –1896)
Apa & Siapa Penyair Indonesia
Arthur Rimbaud (1854-1891)
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arti Bumi Intaran
Bahasa
Bakat
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Bangsa
Basoeki Abdullah (1915 -1993)
Batas Pasir Nadi
Beethoven
Ben Okri
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Biografi Nurel Javissyarqi
Budaya
Buku Stensilan
Bung Tomo
Candi Prambanan
Cantik
Chairil Anwar
Charles Baudelaire (1821-1867)
Cover Buku
Dami N. Toda
Dante Alighieri (1265-1321)
Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)
Denanyar Jombang
Dendam
Desa
Dwi Pranoto
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Emily Dickinson (1830-1886)
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Feminisme
Filsafat
Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta
Foto Lawas
François Villon (1430-1480)
Franz Schubert (1797-1828)
Frederick Delius (1862-1934)
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Friedrich Schiller (1759-1805)
G. J. Resink (1911-1997)
Gabriela Mistral (1889-1957)
Goethe
Hallaj
Hantu
Hazrat Inayat Khan
Henri de Régnier (1864-1936)
Henry Lawson (1867-1922)
Hermann Hesse
Ichsa Chusnul Chotimah
Identitas
Iftitahur Rohmah
Ignas Kleden
Igor Stravinsky (1882-1971)
Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo
Indonesia
Ingatan
Iqbal
Ismiyati Mukarromah
Javissyarqi Muhammada
Johannes Brahms (1833-1897)
John Keats (1795-1821)
José de Espronceda (1808-1842)
Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937)
Jostein Gaarder
Kadipaten Kulon 49 c
Kajian Budaya Semi
Karya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kausalitas
Kedutaan Perancis
Kegagalan
Kegelisahan
Kekuasaan
Kemenyan
Ken Angrok
Kenyataan
Kesadaran
KH. M. Najib Muhammad
Khalil Gibran (1883-1931)
Kitab Para Malaikat
Kitab Para Malaikat (Book of the Angels)
Komunitas Deo Gratias
Konsep
Korupsi
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana
Lintang Sastra
Ludwig Tieck
Luís Vaz de Camões
Lupa
Magetan
Makna
Maman S. Mahayana
Marco Polo (1254-1324)
Masa Depan
Matahari
Max Dauthendey (1867-1918)
Media: Crayon on Paper
MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Michelangelo (1475-1564)
Mimpi
Minamoto Yorimasa (1106-1180)
Mistik
Mitos
Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)
Mohammad Yamin
Mojokerto
Mozart
Natural
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Panggung
Paul Valéry (1871-1945)
PDS H.B. Jassin
Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949)
Pembangunan
Pemberontak
Pendapat
Pengangguran
Pengarang
Penjajakan
Penjarahan
Penyair
Penyair Tak Dikenal
Peperangan
Perang
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Perkalian
Pierre de Ronsard (1524-1585)
PKI
Plagiator
Post-modern
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Presiden Penyair
Proses Kreatif
Puisi
Puitik
Pujangga
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)
Rabindranath Tagore
Rainer Maria Rilke (1875-1926)
Realitas
Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo
Revolusi
Revormasi
Richard Strauss (1864-1949)
Richard Wagner (1813-1883)
Rimsky-Korsakov (1844-1908)
Rindu
Robert Desnos (1900-1945)
Rosalía de Castro (1837-1885)
Ruang
Rumi
Sajak
Sakral
Santa Teresa (1515-1582)
Sapu Jagad
Sara Teasdale (1884-1933)
Sastra
SastraNESIA
Sayap-sayap Sembrani
Segenggam Debu di Langit
Sejarah
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Seni
Serikat Petani Lampung
Shadra
Sihar Ramses Simatupang
Sumpah Pemuda
Sungai
Surabaya
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
tas Sastra Mangkubumen (KSM)
Taufiq Wr. Hidayat
Telaga Sarangan
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thales
Trilogi Kesadaran
Tubuh
Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga
Universitas Jember
Waktu
Walter Savage Landor (1775-1864)
Wawan Pinhole
William Blake (1757-1827)
William Butler Yeats (1865-1939)
Wislawa Szymborska
Yasunari Kawabata (1899-1972)
Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017
Yogyakarta
Yuja Wang
Yukio Mishima (1925-1970)
Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )
Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar