Berjumpa Richard Wagner dan Arthur Schopenhauer
Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/?p=398
Richard Strauss, putra dari Franz Strauss. Lahir 11 Juni 1864 di Munich, meninggal 8 September 1949, seorang komposer berkebangsaan Jerman. Masa mudanya berpendidikan musik menyeluruh dari sang ayah. Menulis musik pertama di usia 6 tahun, terus ke hampir kematiannya. Tahun 1874 mendengar opera Wagner; Lohengrin dan Tannhäuser. Pengaruh Wagner sangat mendalam, ayahnya melarang mempelajarinya: tidak sampai umur 16 tahun, telah peroleh skor Tristan und Isolde. Dalam keluarga Strauss, musik Wagner dianggap lebih rendah, tapi Strauss mengatakan dalam tulisan sangat menyesali ini. Pada 1882 masuk Universitas Munich, belajar filsafat dan sejarah seni, bukan musik. Meninggalkan satu tahun kemudian ke Berlin, belajar sebentar sebelum mengamankan posisi sebagai asisten konduktor Hans von Bülow, mengambil alih darinya di Meiningen, ketika Bülow mengundurkan diri 1885. Komposisinya kini berutang gaya Robert Schumann atau Felix Mendelssohn, sesuai ajaran ayahnya. Strauss menikahi Pauline de Ahna 10 September 1894 yang terkenal pemarah, eksentrik juga blak-blakan, tapi pada dasarnya bahagia, dialah sumber inspirasi terbesarnya. Gaya Strauss berubah kala bertemu Alexander Ritter, komposer dan pemain biola, suami dari salah satu keponakan perempuan Wagner. Ritter membujuk meninggalkan gaya konservatif masa mudanya, lalu menulis puisi nada, dikenalkan Strauss pada esai Richard Wagner dan tulisan Arthur Schopenhauer. Kepribadian matang Strauss tampak dalam nada puisi “Don Juan,” lalu menulis serangkaian puisi nada: Kematian dan Transfigurasi (1888-1889), Eulenspiegel’s Merry Pranks (Eulenspiegels lustige Streiche, 1894-1895), Spoke Zarathustra (1896), Don Quixote (1897), Ein Heldenleben (A Hero’s Life, 1897-1898), Domestik Symphony (1902-1903) dan An Alpine Symphony (Eine Alpensinfonie, 1911-1915). {dipetik dari http://en.wikipedia.org/wiki/Richard_Strauss}
Orkes Strauss berkehendak melukiskan sedemikian banyaknya aspek dari kejadian-kejadian sebenarnya ialah kaya, berat dan mengagumkan. Titik berat dalam orkesnya yang berat dalam ciptaan-ciptaan klasik, terdapat pada alat-alat gesek telah dipindahkan ke alat tiup. Pada Strauss ini terpenting, dan alat-alat pukul juga mempunyai makna besar. Padanya orkestrasi mencapai tingkat keunggulan tak tepermanai. Kebesaran musiknya tidak terletak pada alat, tapi pelukisan dan kerjaannya. Syair simfonis Strauss merupakan pesta besar-besaran bagi orkes. Seorang pendekar yang menghabiskan waktu dengan berhawa nafsu; pendekar yang bertarung atas suatu kesadaran lebih kuat; hidup seorang bocah yang sepiduka, serta suatu penghidupan besar seorang seniman; ini apek-aspek terindah dari seni simfoni Richard Strauss. {J. Van Ackere, di buku Musik Abadi, terjemahan J. A. Dungga, Gunung Agung Djakarta, tahun lenyap, judul buku aslinya Eeuwige Muziek, diterbitkan N.V. Standaard-Boekhandel, Antwerpen, Belgie}
Sambil menyinauhi musik Don Juan-nya Richard Strauss, atas Sekolah Leicestershire Symphony Orchestra yang dilakukan Peter Fletcher.
Dicatat dalam De Montfort Hall, Leicester 1981 melalui You Tube, maka kulayarkan ini tulisan:
Di kedalaman musik Strauss, terdapatlah panggilan jiwa, suara agung unsur-unsur ilmu pengetahuan.
Atas pengalaman hidup diresapinya, menjelma melodi memperkaya pandangan kemanusiaan.
Dengan mempercayai keyakinannya hingga nada-nada ciptaannya bergema kebaktian, teduh-tentram menggetarkan kalbu keimanan.
Laksana dengkur jaman terkumpul pada degupan nurani, menghentak nilai insani oleh dataran perikehidupan.
Terus meningkatkan niat sampai hasrat ketinggian, dileburnya ruang-waktu dalam pesona pastoral bathin.
Kepurnaan pencarian mendekam dalam perenungan panjang, letak muasal kerinduan sejati seruan hati.
Berdaya tarik setutan kenabian. Yang bernaung di bawah pohon kesahajaan.
Tiupan-tiupan halus melampaui pegunungan lembah peradaban.
Menelusupi relung-reling terpencil, hati insan bersama yang diimpi.
Sepaduan nada fitroh berkumandang kefitrian sedari gunung keabadian.
Pada batu-batu kerikil perjalanan, Strauss mengetahui perbedaan waktu.
Debu-debu beterbangan, dirinya memahami tenggang masa.
Menyimak angin mengerti ketebalan nafas-nafas usia semesta.
Yang melingkupi ruh kebesaran mutlah diraih.
Kesantausaan irama perwujudan bathinnya bertuah, demikianlah pancaindra musiknya berkata-kata.
Pencapaian Richard Strauss laksana kedudukan Friedrich Nietzsche (1844-1900) di dunia sastra.
Perpaduan berhasil dari jiwa temuan Richard Wagner (1813-1883) dan Arthur Schopenhauer (1788-1860).
Maka kupetik di sini Sabda Zarathustra dari bagian III:
“Kalian memandang ke atas ketika merindukan pujian; tapi aku justru menunduk ke bawah, sebab telah ditinggikan.
Siapa di antara kalian yang dapat tertawa sekaligus ditinggikan?
Ialah yang memanjat gunung tertinggi, menertawakan semua tragedi juga realitas tragis.”
Di puncak itulah Strauss membangkitkan naluri insani, seumpama tiupan bayu menghidupi padang rerumputan.
Menaburkan putik-putik kembang. Penerbangan dan menghinggapi bayang ketetapan dalam serentakan merentang.
Dipanggulnya beban berat kenangan pada keniscayaan.
Bergesek keraguan menempa, hantu pucat kegetiran nyata membuatnya perih dan dalam bertahan.
Keberangkatan daya sesal, pilu menyadarkan, tangisan sayu menghidupkan kembali nuanse dari kegersangan.
Drama tersayat-sayat lampu panggung, air mata hendak bermukim tidak tertampung, luruh menuju keheningan sanubari.
Musiknya memberkah tersendiri pada pejaman mata, kepada yang tertunduk bersimpuh ke hadapan masa.
Selepas pengelanaan jauh tidak tentu rimbanya, paduan harmoni, kematangan menekuk masalah.
Tubuh di kubangan penjara takdir diterima ketulusan bertabah, di sinilah ketinggian angin serta cahaya.
Menyatukan nasib permai bijaksana, kala hadirkan persembahan demi kehadirat sesama.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(1813-1883)
Abdul Hadi W.M.
Adelbert von Chamisso (1781-1838)
Affandi Koesoema (1907–1990)
Agama Para Bajingan
Ajip Rosidi
Akhmad Taufiq
Albert Camus
Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837)
Amy Lowell (1874-1925)
Andong Buku #3
André Chénier (1762-1794)
Andy Warhol
Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh
Anton Bruckner (1824 –1896)
Apa & Siapa Penyair Indonesia
Arthur Rimbaud (1854-1891)
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arti Bumi Intaran
Bahasa
Bakat
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Bangsa
Basoeki Abdullah (1915 -1993)
Batas Pasir Nadi
Beethoven
Ben Okri
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Biografi Nurel Javissyarqi
Budaya
Buku Stensilan
Bung Tomo
Candi Prambanan
Cantik
Chairil Anwar
Charles Baudelaire (1821-1867)
Cover Buku
Dami N. Toda
Dante Alighieri (1265-1321)
Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)
Denanyar Jombang
Dendam
Desa
Dwi Pranoto
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Emily Dickinson (1830-1886)
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Feminisme
Filsafat
Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta
Foto Lawas
François Villon (1430-1480)
Franz Schubert (1797-1828)
Frederick Delius (1862-1934)
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Friedrich Schiller (1759-1805)
G. J. Resink (1911-1997)
Gabriela Mistral (1889-1957)
Goethe
Hallaj
Hantu
Hazrat Inayat Khan
Henri de Régnier (1864-1936)
Henry Lawson (1867-1922)
Hermann Hesse
Ichsa Chusnul Chotimah
Identitas
Iftitahur Rohmah
Ignas Kleden
Igor Stravinsky (1882-1971)
Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo
Indonesia
Ingatan
Iqbal
Ismiyati Mukarromah
Javissyarqi Muhammada
Johannes Brahms (1833-1897)
John Keats (1795-1821)
José de Espronceda (1808-1842)
Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937)
Jostein Gaarder
Kadipaten Kulon 49 c
Kajian Budaya Semi
Karya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kausalitas
Kedutaan Perancis
Kegagalan
Kegelisahan
Kekuasaan
Kemenyan
Ken Angrok
Kenyataan
Kesadaran
KH. M. Najib Muhammad
Khalil Gibran (1883-1931)
Kitab Para Malaikat
Kitab Para Malaikat (Book of the Angels)
Komunitas Deo Gratias
Konsep
Korupsi
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana
Lintang Sastra
Ludwig Tieck
Luís Vaz de Camões
Lupa
Magetan
Makna
Maman S. Mahayana
Marco Polo (1254-1324)
Masa Depan
Matahari
Max Dauthendey (1867-1918)
Media: Crayon on Paper
MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Michelangelo (1475-1564)
Mimpi
Minamoto Yorimasa (1106-1180)
Mistik
Mitos
Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)
Mohammad Yamin
Mojokerto
Mozart
Natural
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Panggung
Paul Valéry (1871-1945)
PDS H.B. Jassin
Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949)
Pembangunan
Pemberontak
Pendapat
Pengangguran
Pengarang
Penjajakan
Penjarahan
Penyair
Penyair Tak Dikenal
Peperangan
Perang
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Perkalian
Pierre de Ronsard (1524-1585)
PKI
Plagiator
Post-modern
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Presiden Penyair
Proses Kreatif
Puisi
Puitik
Pujangga
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)
Rabindranath Tagore
Rainer Maria Rilke (1875-1926)
Realitas
Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo
Revolusi
Revormasi
Richard Strauss (1864-1949)
Richard Wagner (1813-1883)
Rimsky-Korsakov (1844-1908)
Rindu
Robert Desnos (1900-1945)
Rosalía de Castro (1837-1885)
Ruang
Rumi
Sajak
Sakral
Santa Teresa (1515-1582)
Sapu Jagad
Sara Teasdale (1884-1933)
Sastra
SastraNESIA
Sayap-sayap Sembrani
Segenggam Debu di Langit
Sejarah
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Seni
Serikat Petani Lampung
Shadra
Sihar Ramses Simatupang
Sumpah Pemuda
Sungai
Surabaya
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
tas Sastra Mangkubumen (KSM)
Taufiq Wr. Hidayat
Telaga Sarangan
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thales
Trilogi Kesadaran
Tubuh
Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga
Universitas Jember
Waktu
Walter Savage Landor (1775-1864)
Wawan Pinhole
William Blake (1757-1827)
William Butler Yeats (1865-1939)
Wislawa Szymborska
Yasunari Kawabata (1899-1972)
Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017
Yogyakarta
Yuja Wang
Yukio Mishima (1925-1970)
Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )
Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar