Selasa, 09 Maret 2010

Sang Waskito R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/

R. Ng. Ronggowarsito (15 Mar 1802 - 24 Des 1873), Bagus Burham nama kecilnya. Sang pemilik jiwa waskito;

nasibnya menyerupai batuan kali dijadikan jalan, bebatuan krucuk yang dipukuli, sebelum dibangun tempat berteduh.

Menerima waktu-waktu kebodohan diri, menguliti bathin menemukan kebuntuan hingga mempuni.

Seorang pujangga menangkap rintihan pertiwi, berdendang angin bermusik hewan-gemewan.

Mentaati perubahan masa-masa pelajaran, ke tapal batas pengetahuan, demi menjejakkan kaki di padang pengembaraan.

Dalam usia lima tahun, dididik Tanujaya memasuki lorong alam gaib, memperoleh pengalaman di balik wujud kebendaan.

Yang tampak tersenyum tidak segelora dada, pula kebencian tiada sanggup diukur sampiran kalimah.

Di sini hati timbangannya, meraup tempaan demi tempaan, tidak silap pandangan mata-mata sekilas.

Menginjak umur dua belas tahun, beserta Tanujaya menuju Tegalsari, Jetis, Ponorogo. Demi menimba keilmuan agama kepada Imam Besari.

Namun dasar anak bangsawan, menganggap remeh perjalanan nasib, seolah telah melihat kegemilangan akan takdir di hari kemudian.

Yang diperbuat di Gebang Tinatar, tidak sesuai harapan kakeknya R. T. Sastonagoro. Tak mau mengaji, namun beradu ayam jantan berjudi.

Berfoya-foya serta akrab para warok, bandit, begal sebangsanya. Ya, seorang keturunan darah biru, tergilas tipu daya keduniawian.

Bathin Besari sungguhlah letih, dan suatu masa bersama Tanujaya diusir dari Tegalsari. Berbalik ke Surakarta tak mungkin, sebab belum peroleh keilmuan sama sekali.

Berjalanlah mereka ke Madiun untuk menimba budhi pekerti di kota Kediri. Namun sebaik insan merencanakan, Tuhanlah menentukan.

Kesedihan Burham dari pengusiran, mempengaruhi alam raya; geramnya melayukan bunga-bunga. Air matanya membekukan masa, menjelma kutukan tidak disengaja.

Sang Imam pun merasakan dalam mimpi, maka sebelum sampai Kediri, disuruhnya pulang lewat seorang utusan, untuk kembali ke Tegalsari.

Tetapi Burhan tetap bengal, hingga umpat kyai menggelegar. Bathinnya bersedih, tertunduk pasrah menghadap Ilahi, bersimpuh menginsafi kebodohannya selama ini.

Datanglah Tanujaya menghibur kepiluannya; bahwa seorang berdarah biru takkan peroleh keilmuan tinggi, kecuali bertirakat terlebih dulu.

Seketika itu Burham melangkahkan kaki, bertapa di kali Keyang tepatnya Kedung Watu. Selama 41 hari tidak makan nasi, seharian hanya sebuah pisang atas kerendahan hati.

Malam terakhir tirakatnya. Turunlah cahaya kapujanggaan, pada periuk menjelma ikan matang, bersama bubur yang ditanak Tanujaya dari padepokan Besari.

Selepas itu berubahlah sikapnya, rajin mengaji pandai berkhotbah, seolah mendapati ilmu laduni, sehingga sang Imam menyebutnya Bagus Ilham.

Kabar ini tersiar sampai pelosok Ponorogo, Tuhan berkehendak atas usaha manusia;

kepedihan, penderitaan, mematangkan lelaku. Purnalah sebulan sabit purnama, pulang mereka ke Surakarta.

Kemudia hari menikahi R. A. Gombak, putri Kanjeng Adipati Cakraningrat, Bupati Kediri.

Namun dirasa keilmuanya belum tuntas, kembaralah ke Banyuwangi, dilanjutkan ke Giri menuju Tabanan Bali, kepada seorang waskito bijaksana, ki Ajar Sidalaku.

Dari sanalah peroleh keilmuan Serat Rama Dewa, Bimasuci, Baratayudha, Dharmasarana, serta buku paramasastra Budha lainnya.

Di bawah inilah rekamanku, mengenai kali Keyang Kedung Watu. Saat menelusuri jejak-jejak sang Pujangga di desa Tegalsari, Jetis, Ponorogo, Jawa Timur:

PERCAKAPAN DI KALI KEYANG

Gemericik arus sungai melantunkan fatwa
membawa ketenangan pejalan kaki
langkah demi langkah
daun-daun melambai
terdengar air membisik pada angin
serpihan cahaya matahari
menerobos dedahan.

Menyusuri bibir kali bersimpan kesaksian
ikan-ikan mungil berlomba melawan arus
demi kesenangan tiada tara.

Tak seharusnya berlalu
sebelum menapak tilas kebenaran sejarah
jasad bersentuh sukma di ketinggian uap
was-was dan ketakutan membumbung.

Kali Keyang Tegalsari
tak sejengkal membisu arusmu
terus menjelajahi lika-liku kehidupan
sampai ujung tlatah peraduan:

Apakah di sana
lenyapnya muara kedamaian?
Wahai tuanku, Ronggowarsito.

2002, Lamongan.

Tidak ada komentar:

(1813-1883) Abdul Hadi W.M. Adelbert von Chamisso (1781-1838) Affandi Koesoema (1907–1990) Agama Para Bajingan Ajip Rosidi Akhmad Taufiq Albert Camus Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837) Amy Lowell (1874-1925) Andong Buku #3 André Chénier (1762-1794) Andy Warhol Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh Anton Bruckner (1824 –1896) Apa & Siapa Penyair Indonesia Arthur Rimbaud (1854-1891) Arthur Schopenhauer (1788-1860) Arti Bumi Intaran Bahasa Bakat Balada-balada Takdir Terlalu Dini Bangsa Basoeki Abdullah (1915 -1993) Batas Pasir Nadi Beethoven Ben Okri Bentara Budaya Yogyakarta Berita Biografi Nurel Javissyarqi Budaya Buku Stensilan Bung Tomo Candi Prambanan Cantik Chairil Anwar Charles Baudelaire (1821-1867) Cover Buku Dami N. Toda Dante Alighieri (1265-1321) Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Denanyar Jombang Dendam Desa Dwi Pranoto Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eka Budianta Emily Dickinson (1830-1886) Esai Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia Feminisme Filsafat Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta Foto Lawas François Villon (1430-1480) Franz Schubert (1797-1828) Frederick Delius (1862-1934) Friedrich Nietzsche (1844-1900) Friedrich Schiller (1759-1805) G. J. Resink (1911-1997) Gabriela Mistral (1889-1957) Goethe Hallaj Hantu Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier (1864-1936) Henry Lawson (1867-1922) Hermann Hesse Ichsa Chusnul Chotimah Identitas Iftitahur Rohmah Ignas Kleden Igor Stravinsky (1882-1971) Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo Indonesia Ingatan Iqbal Ismiyati Mukarromah Javissyarqi Muhammada Johannes Brahms (1833-1897) John Keats (1795-1821) José de Espronceda (1808-1842) Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937) Jostein Gaarder Kadipaten Kulon 49 c Kajian Budaya Semi Karya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kata-kata Mutiara Kausalitas Kedutaan Perancis Kegagalan Kegelisahan Kekuasaan Kemenyan Ken Angrok Kenyataan Kesadaran KH. M. Najib Muhammad Khalil Gibran (1883-1931) Kitab Para Malaikat Kitab Para Malaikat (Book of the Angels) Komunitas Deo Gratias Konsep Korupsi Kritik Sastra Kulya dalam Relung Filsafat Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana Lintang Sastra Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lupa Magetan Makna Maman S. Mahayana Marco Polo (1254-1324) Masa Depan Matahari Max Dauthendey (1867-1918) Media: Crayon on Paper MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Michelangelo (1475-1564) Mimpi Minamoto Yorimasa (1106-1180) Mistik Mitos Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881) Mohammad Yamin Mojokerto Mozart Natural Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pahlawan Pangeran Diponegoro Panggung Paul Valéry (1871-1945) PDS H.B. Jassin Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949) Pembangunan Pemberontak Pendapat Pengangguran Pengarang Penjajakan Penjarahan Penyair Penyair Tak Dikenal Peperangan Perang Percy Bysshe Shelley (1792–1822) Perkalian Pierre de Ronsard (1524-1585) PKI Plagiator Post-modern Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi) Presiden Penyair Proses Kreatif Puisi Puitik Pujangga PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Rainer Maria Rilke (1875-1926) Realitas Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo Revolusi Revormasi Richard Strauss (1864-1949) Richard Wagner (1813-1883) Rimsky-Korsakov (1844-1908) Rindu Robert Desnos (1900-1945) Rosalía de Castro (1837-1885) Ruang Rumi Sajak Sakral Santa Teresa (1515-1582) Sapu Jagad Sara Teasdale (1884-1933) Sastra SastraNESIA Sayap-sayap Sembrani Segenggam Debu di Langit Sejarah Self Portrait Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seni Serikat Petani Lampung Shadra Sihar Ramses Simatupang Sumpah Pemuda Sungai Surabaya Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri tas Sastra Mangkubumen (KSM) Taufiq Wr. Hidayat Telaga Sarangan Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thales Trilogi Kesadaran Tubuh Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga Universitas Jember Waktu Walter Savage Landor (1775-1864) Wawan Pinhole William Blake (1757-1827) William Butler Yeats (1865-1939) Wislawa Szymborska Yasunari Kawabata (1899-1972) Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017 Yogyakarta Yuja Wang Yukio Mishima (1925-1970) Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )