Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/?p=295
Joseph Maurice Ravel (7 Maret 1875 - 28 Desember 1937), komponis Perancis atas musik impresionis, yang dikenal terutama melodi, orkestra, instrumental tekstur dan efek. Sebagian besar musik piano, musik kamar, musik vokal dan musik orkestra, telah memasuki repertoar standar konser.
Menurut J. Van Ackere; orang jangan menggambarkan Ravel seperti Beethoven dengan rambut yang kacau, dengan buku catatan musiknya melarikan diri ke alam sepi, atau serupa Schumann, yang merenung di tepi sungai Rhein, dengan pandangan menghilang di kejauhan. Tidak. Coba turut ke rumah musim panas di Montfort I’Amaury dalam studio yang menyedapkan mata. Di sini duduk Ravel di belakang mejanya, sedang mempelajari hasil kombinasi orkestranya dengan ketelitian seorang ahli dalam laboratorium yang hendak menentukan reaksi kimia dalam pipa eksperimennya. Dengan timbre semata-mata ia menyulap segala yang dikehendaki; hutan di mana Duimpje meloncat-loncat, harumnya taman-taman Spanyol cahaya pagi dari padang-padang rumput Yunani. Ia menghitung, memikir dan menimbang. Tak satu not lebih; istirahat yang sedikit pun, tanda sekecil pun mempunyai arti hidup. Terhadap Ravel harus memeriksa perbendaharaan kata-kata kita. Ia tak suka keributan, adjektif-adjektif, tanda-tanda seru dan orang-orang penyerang. Ia curiga pada semangat-semangatan dan perasaan. Tapi tentu Ravel seorang perasa {dari buku Musik Abadi, diterjemahkan J. A. Dungga, Gunung Agung Djakarta, tahun lenyap}
Atas karya Ravel, bertitel “La Valse” yang diadaptasi piano oleh Yuja Wang, serta secarik catatan J. Van Ackere;
tampaklah lirisme Ravel berada dalam penguasaan serba nalar, betapa melayang-layang tetap dalam batas-batas logika.
Yakni kematangan seorang realis, yang tak terhanyut warna luar, meski berjalan di antara taman bunga dan kemegahan kota.
Sebab khusyuknya menjelajahi alam diri, selepas memahami jarak sosial, oleh perimbangan teliti.
Sejenis kesederhanaan orang-orang kota, yang menciptakan keanggunan tersendiri, kala kuasa kebutuhan telah teratasi.
Hasrat Ravel bukan urakan, yang melancong jauh tanpa bekal, tapi melayarkan segenap faham pada permainan sudah diketahui.
Dari kamar pribadi, memantulkan mawas diri di setiap musiknya menyeruak.
Mekar bunga batu-batu pualam, atau kristal bening di meja, saat perjamuan mewah renungan.
Atau sekelas menengah benih-benih pemikiran filsuf Leo Tolstoy, atas pancaran hidup di ruang pedalaman;
laju waktu berjalan teratur, sehingga penelitian mengenai jiwa umat, juga pemikiran kota, dapat diperiksa seksama.
Masa bergelayut normatif, menciptakan konsep-konsep keharmonisan, oleh ketegangan pribadi, dilingkupi pergerakan kalbu, mencari kaidah mapan serta stabil.
Perimbangan musiknya menghidupkan makna-makna dari dentingan kehidupan.
Ravel dalam rahim impresionis, mampu membentuk efek-efek menjelma sentuhan hidup, semuanya dalam batas dimengerti.
Kerapian musiknya bukan berasal benturan pergolakan, pula tidak menghanyutkan jiwa terseret ke laut lamunan, yang melenyapkan pebekalan. Tidak.
Tetapi ketetapannya mengolah pribadi, mematangkan serat menujah akar-akar ke bumi kesadaran.
Sampai angin topan tak bergeming, tak merobohkan yang sudah dibangunnya, dari watak kesederhanaan pelajar.
Ku kira Yuja Wang layak mendapat tempat memainkan musiknya, yang tidak jauh dari sentuhan dalam berolah rasa, pada pergumulan logika Ravel.
Sulap yang dilakukan Ravel begitu bening berlimpah, bulir-bulir terang gemintang ditebarkan jubah malam.
Sampai tatapan kita tak henti memandang permainannya, kecantikan musik dari pilihan formula hidup tepat guna.
Menyirap panggung dalam dentingan tak henti-henti kadang larut ke jiwa, pula menyusuri kesadaran indra.
Ada sentakan kecerdasan logika, hitungan sistematis, yang menjuntai untaian rambut, pada pesona musiknya.
Deburan ombak samudra tak henti melakoni, ke karang-karang terjal, menghempas menuju pasir perasaan.
Mendekam laksana keheningan batu rembulan, dalam sisi-sisi jiwa insan.
Musik Ravel menggoda logika, lantas baru menyusuri perasaan, ini pun dalam batas lemparan jala nalar.
Ialah bukan perayu yang menumpahkan segenap lara, kerinduan jiwa demi tercinta, tapi mencipta misteri-misteri, agar terkasih maraba-raba yang diinginkan.
Umpama geliat tatanan dunia modern, membetot penalaran kritis yang cermat.
Perhitungan dalam peperangan, dengan alat-alat canggih, dari beberapa pengorbanan masa lampau;
musiknya ringkasan melodian hayat, yang memukau dan gemilang.
Oleh tekunnya penelitian, membuahkan kecerdasan, yang sengaja atau tidak, menumbuhkan kecemburuan.
Dalam diri para penyaksi, ditarik-tarik keingintahuan, dari apa Ravel mengolah otak encernya.
Bisikan-bisikan itu, tak sempat terucap, jadilah misteri dalam decakan kagum, yang memberinya nafas-nafas.
Yuja memainkan ulang musik Ravel pun, masih menjaga kesadaran, tidak sampai ke puncak ketaksadaran.
Kegilaan tetap diperhitungkan mawas dalam cermin, suatu gugusan faham hafalan, yang memainkan peran penting, mengatur perimbangan nafas panjang.
Sehingga mencapai akhir dalam keadaan stabil, seperti percintaan penuh curiga, kenikmatan sebatas antara.
Namun demikian, lelaku melodi dan irama ketegangan, terus menghantui telinga ingatan, denting terngiang, sesirat rumusan diterima manusia, dalam terdapat kebenaran.
Ravel tak bisa berbuat tragis. Ia tak mengenal drama. Daerah lainlah yang menarik baginya, yang bersifat dongengan, penuh pesona (J. Van Ackere).
Lantunannya dipenuhi keceriaan, alam para peri, sosok wanita-wanita jelita, dalam bayangan kecemerlangan.
Kaki-kaki lincah, menuruni ondak-ondakan kayu ke sendang, melamun di pinggiran prigi, yang sesekali disentakkan butiran air.
Jatuh dari dedaun mimpi menjelma harapan, membentang musiknya ke padang mencapai angan logika pembenaran, dengan keindahan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(1813-1883)
Abdul Hadi W.M.
Adelbert von Chamisso (1781-1838)
Affandi Koesoema (1907–1990)
Agama Para Bajingan
Ajip Rosidi
Akhmad Taufiq
Albert Camus
Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837)
Amy Lowell (1874-1925)
Andong Buku #3
André Chénier (1762-1794)
Andy Warhol
Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh
Anton Bruckner (1824 –1896)
Apa & Siapa Penyair Indonesia
Arthur Rimbaud (1854-1891)
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arti Bumi Intaran
Bahasa
Bakat
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Bangsa
Basoeki Abdullah (1915 -1993)
Batas Pasir Nadi
Beethoven
Ben Okri
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Biografi Nurel Javissyarqi
Budaya
Buku Stensilan
Bung Tomo
Candi Prambanan
Cantik
Chairil Anwar
Charles Baudelaire (1821-1867)
Cover Buku
Dami N. Toda
Dante Alighieri (1265-1321)
Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)
Denanyar Jombang
Dendam
Desa
Dwi Pranoto
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Emily Dickinson (1830-1886)
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Feminisme
Filsafat
Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta
Foto Lawas
François Villon (1430-1480)
Franz Schubert (1797-1828)
Frederick Delius (1862-1934)
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Friedrich Schiller (1759-1805)
G. J. Resink (1911-1997)
Gabriela Mistral (1889-1957)
Goethe
Hallaj
Hantu
Hazrat Inayat Khan
Henri de Régnier (1864-1936)
Henry Lawson (1867-1922)
Hermann Hesse
Ichsa Chusnul Chotimah
Identitas
Iftitahur Rohmah
Ignas Kleden
Igor Stravinsky (1882-1971)
Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo
Indonesia
Ingatan
Iqbal
Ismiyati Mukarromah
Javissyarqi Muhammada
Johannes Brahms (1833-1897)
John Keats (1795-1821)
José de Espronceda (1808-1842)
Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937)
Jostein Gaarder
Kadipaten Kulon 49 c
Kajian Budaya Semi
Karya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kausalitas
Kedutaan Perancis
Kegagalan
Kegelisahan
Kekuasaan
Kemenyan
Ken Angrok
Kenyataan
Kesadaran
KH. M. Najib Muhammad
Khalil Gibran (1883-1931)
Kitab Para Malaikat
Kitab Para Malaikat (Book of the Angels)
Komunitas Deo Gratias
Konsep
Korupsi
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana
Lintang Sastra
Ludwig Tieck
Luís Vaz de Camões
Lupa
Magetan
Makna
Maman S. Mahayana
Marco Polo (1254-1324)
Masa Depan
Matahari
Max Dauthendey (1867-1918)
Media: Crayon on Paper
MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Michelangelo (1475-1564)
Mimpi
Minamoto Yorimasa (1106-1180)
Mistik
Mitos
Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)
Mohammad Yamin
Mojokerto
Mozart
Natural
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Panggung
Paul Valéry (1871-1945)
PDS H.B. Jassin
Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949)
Pembangunan
Pemberontak
Pendapat
Pengangguran
Pengarang
Penjajakan
Penjarahan
Penyair
Penyair Tak Dikenal
Peperangan
Perang
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Perkalian
Pierre de Ronsard (1524-1585)
PKI
Plagiator
Post-modern
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Presiden Penyair
Proses Kreatif
Puisi
Puitik
Pujangga
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)
Rabindranath Tagore
Rainer Maria Rilke (1875-1926)
Realitas
Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo
Revolusi
Revormasi
Richard Strauss (1864-1949)
Richard Wagner (1813-1883)
Rimsky-Korsakov (1844-1908)
Rindu
Robert Desnos (1900-1945)
Rosalía de Castro (1837-1885)
Ruang
Rumi
Sajak
Sakral
Santa Teresa (1515-1582)
Sapu Jagad
Sara Teasdale (1884-1933)
Sastra
SastraNESIA
Sayap-sayap Sembrani
Segenggam Debu di Langit
Sejarah
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Seni
Serikat Petani Lampung
Shadra
Sihar Ramses Simatupang
Sumpah Pemuda
Sungai
Surabaya
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
tas Sastra Mangkubumen (KSM)
Taufiq Wr. Hidayat
Telaga Sarangan
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thales
Trilogi Kesadaran
Tubuh
Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga
Universitas Jember
Waktu
Walter Savage Landor (1775-1864)
Wawan Pinhole
William Blake (1757-1827)
William Butler Yeats (1865-1939)
Wislawa Szymborska
Yasunari Kawabata (1899-1972)
Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017
Yogyakarta
Yuja Wang
Yukio Mishima (1925-1970)
Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )
Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar