Kamis, 04 Februari 2010

Marco Polo (1254-1324) Mampir di Jogjakarta?

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/

Marco Polo (15 Sep 1254 - 8 Jan 1324), pedagang penjelajah lahir di Venezia, Italia. Pergi ke Tiongkok semasa kuasanya Dinasti Mongol. Menemukan kekisah menarik dan aneh, dari dunia Timur bagi bangsa Eropa. Para cendekia berpendapat Marco ke Tiongkok, tetapi tidak mengunjungi semua tempat, yang tergambar di bukunya (Xanadu). Kisah menarik untuk Indonesia, cerita unicorn (kuda bertanduk satu) yang dijumpai di Sumatra. Namun ilmu pengetahuan membuktikan, yang ditemuinya bukan sembrani, melainkan badak.
Dataran Indonesia yang disebut di bukunya: Pulau Jawa Besar (Jawa); diperkirakan sangat luas, karena pantai selatannya tidak sempat dikunjungi. Juga diceritakan ekspedisi penyerangan, kegagalan Kubilai Khan. Pulau-pulau Sondur dan Condur (belum jelas); diperkirakan kepulauan di Laut Cina Selatan, yang digunakan patokan pelayaran. Pulau Pentam (Bintan); letaknya dari selat Singapura. Kota Malaiur (Melayu atau Palembang?); dikisahkan raja-raja Melayu, diantaranya Paramasura. Pulau Jawa Kecil (Sumatra?); diperkirakan Sumatra, sebab ciri-ciri komoditas pun hewan (gajah, badak, elang hitam) disebutkan. Kerajaan-kerajaan Ferlec (Perlak) pula Basma (Pasai?); dituturkan beberapa kerajaan bertetangga, juga suku Battas (Batak) di pedalaman. Kerajaan-kerajaan Samara (Samudra) dan Dagroian (belum jelas); disebutkan pohon kelapa (Malay palm) disamping legenda kanibalisme famili yang meninggal. Kerajaan-kerajaan Lambri (Lamuri) dan Fansur (Barus); mengenai legenda manusia berbulu memiliki ekor (orangutan?), kapur barus, pula sagu kelapa.
{dari http://id.wikipedia.org/wiki/Marco_Polo}
***

Sebelum menguak misteri kuda sembrani, akan kuceritakan awal diriku terpikat olehnya. Semasa kecil, ketika orang tua masih hidup di kediaman buyut Kasipah, setiap malam tak ingin melewati mendengarkan kisah sembrani, yang katanya bertengger di dahan pohon klampis, belakang rumah dekat kuburan.

Dongeng masa kanak membayang, laksana menghidupi alam bawah sadarku, kerap kali tiba-tiba melonjak, dibangunkan dinaya kesadaran ganjil, menghantar diriku terus berolah rasa, bergulat pada alam antara;

Kreativitas angan menjelajahi penalaran, berkumpul di degup kesaksian, dibopong dan ditopang realitas laku kenyataan, dan Tuhan Maha Ajaib mendorong kepada puncak kepastian.

Kala bertemu penulis senior KRT. RPA. Suryanto Sastroatmodjo (almarhum) di Jogja, dan mengetahui jiwaku terperdaya kisah belia, aku diajaknya jalan-jalan ke percandian sekitar Jogja.

Kali itu bukan candi kutemui, namun sebongkah batu besar persegi empat, panjangnya satu depa satu depa, yang kukira seratus orang tak mampu mengangkatnya, tepatnya di daerah Piyungan Jogjakarta.

Batu besar itu menarik, tengahnya tertanca besi, yang berada persisi di tengah atas, anehnya di sebelah batu, ada pohon beringin, yang seyogyanya dedahannya menaungi.

Tapi memang ganjil, dedahannya semestinya menjunur menutupi ubun-ubun batu, menyamping atau berubah arah ke posisi tidak wajar, menjauhi batu tersebut.

Batu ajaib itu di sekelilingnya tergurat beraneka relief, yang paling menarik bagiku, relief kuda sembrani atau unicorn di sebelah barat letaknya.

Ciri-cirinya kuda bersayap, ujung ekornya tumpul seakan dipenuhi lebat bulu-bulu. Aku melihat takjub merinding, sebab dongeng buyutku tidak main-main, setidaknya Tuhan perjodohkanku akrab dengan beliau, yang kuanggap guru spiritual menulis.

Bersama mas Suryanto, pribadiku sangat dekat dengan bebatuan candi, sampai mengetahui prosesi membangun ulang atas candi Ijo misalnya, pun candi-candi lainnya.

Walau kami bukan arkeolog sekadar pengelana, tapi dari buku-buku yang ada, bisa membedakan bebatuan candi atas usianya, lalu selisih ratusan tahun pun mengerti, walau dengan tatapan mata elusan jemari.

Kadang sempat dicurigai para dinas resmi, namun dengan arkeolog luar negeri, yang ditugaskan menata ulang batuan, malah santun, mungkin merasa sejiwa.

Cacatan di wikipedia disebutkan, Marco Polo bertemu sembrani, atau kuda bertanduk satu, yang dijumpai di pulau Sumatra, namun ilmu pengetahuan menyangkal, dengan menyangka badak bercula satu.

Kukira tersebut bukan dongeng semata, Morco pun mendengar ringkikan kuda, serta kepakan sayapnya, seperti kudengar saat-saat mau tidur, diselimuti malam gelap di kedalaman pedesaan.

Kuda itu memiliki lintasan penerbangan, serta waktu-waktu tertentu yang merindingkan bulu, hanya orang pernah mendengar dan melihatnya saja yang percaya.

Serupa perihal langkah kaki-kaki para prajurit, yang kadang mengelilingi keraton Jogjakarta di tengah malam, ada banyak saksi mendengar, padahal tak tampak oleh mata.

Sampai sekarang ilmu pengetahuan, masih kerap disenggol perihal yang belum sanggup diwedarkan, dengan tuntas secara jasadiah.

Ini menggejala tak hanya di dunia Timur, di Barat pula mengakui alam lain selain yang tampak. Ditemukannya relief kuda sembrani ialah menguatkan kesaksian, serupa relief-relief lain pada candi-candi lain.

Ada kehidupan di sana, peradaban ditumpuk timbunan kebodohan, serupa bebatuan candi tertimbun tanah liat, datangnya longsor serta banjir besar.

Tapi gending nyanyiannya terus mengidupi rerumputan, perasaan halus bersama alam atas bumi, dengan kalbu menjaga kelestarian, demi dipunggah kembali, sebagai kekayaan bathin perbendaharaan, bagi mau bersanding nafas-nafas pertiwi.

Di belahan lain, jika menelisiki jauh, dimungkinkan mendapati kenyataan mengagumkan, semisal ditemukannya tulang belulang Dinosaurus, wujud kepurbakalaan, yang menghampiri logika indrawi.

Demikian memakan waktu bertahun-tahun, seperti mengembalikan batuan candi berserakan tidak tentu arah, hanya arsitektur para ahli arkeolog dan dibentuk panitia khusus.

Serupa pemugaran pertama candi Borobudur di tahun 1900, diketuai Dr. J.L.A. Brandes, dilanjutkan Van ERP (1907-1911) yang berlangsung besar-besaran dengan biaya 100.000 Gulden, lantas menjadi kebanggaan?

Semoga nilai leluhur tetap luhur terpelihara di jagad bumi Nusantara, dengan kasih sayang merawat juang, serupa embun kembali muda di pagi harinya, pada rerumputan tropis Indonesia.

Tidak ada komentar:

(1813-1883) Abdul Hadi W.M. Adelbert von Chamisso (1781-1838) Affandi Koesoema (1907–1990) Agama Para Bajingan Ajip Rosidi Akhmad Taufiq Albert Camus Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837) Amy Lowell (1874-1925) Andong Buku #3 André Chénier (1762-1794) Andy Warhol Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh Anton Bruckner (1824 –1896) Apa & Siapa Penyair Indonesia Arthur Rimbaud (1854-1891) Arthur Schopenhauer (1788-1860) Arti Bumi Intaran Bahasa Bakat Balada-balada Takdir Terlalu Dini Bangsa Basoeki Abdullah (1915 -1993) Batas Pasir Nadi Beethoven Ben Okri Bentara Budaya Yogyakarta Berita Biografi Nurel Javissyarqi Budaya Buku Stensilan Bung Tomo Candi Prambanan Cantik Chairil Anwar Charles Baudelaire (1821-1867) Cover Buku Dami N. Toda Dante Alighieri (1265-1321) Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Denanyar Jombang Dendam Desa Dwi Pranoto Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eka Budianta Emily Dickinson (1830-1886) Esai Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia Feminisme Filsafat Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta Foto Lawas François Villon (1430-1480) Franz Schubert (1797-1828) Frederick Delius (1862-1934) Friedrich Nietzsche (1844-1900) Friedrich Schiller (1759-1805) G. J. Resink (1911-1997) Gabriela Mistral (1889-1957) Goethe Hallaj Hantu Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier (1864-1936) Henry Lawson (1867-1922) Hermann Hesse Ichsa Chusnul Chotimah Identitas Iftitahur Rohmah Ignas Kleden Igor Stravinsky (1882-1971) Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo Indonesia Ingatan Iqbal Ismiyati Mukarromah Javissyarqi Muhammada Johannes Brahms (1833-1897) John Keats (1795-1821) José de Espronceda (1808-1842) Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937) Jostein Gaarder Kadipaten Kulon 49 c Kajian Budaya Semi Karya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kata-kata Mutiara Kausalitas Kedutaan Perancis Kegagalan Kegelisahan Kekuasaan Kemenyan Ken Angrok Kenyataan Kesadaran KH. M. Najib Muhammad Khalil Gibran (1883-1931) Kitab Para Malaikat Kitab Para Malaikat (Book of the Angels) Komunitas Deo Gratias Konsep Korupsi Kritik Sastra Kulya dalam Relung Filsafat Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana Lintang Sastra Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lupa Magetan Makna Maman S. Mahayana Marco Polo (1254-1324) Masa Depan Matahari Max Dauthendey (1867-1918) Media: Crayon on Paper MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Michelangelo (1475-1564) Mimpi Minamoto Yorimasa (1106-1180) Mistik Mitos Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881) Mohammad Yamin Mojokerto Mozart Natural Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pahlawan Pangeran Diponegoro Panggung Paul Valéry (1871-1945) PDS H.B. Jassin Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949) Pembangunan Pemberontak Pendapat Pengangguran Pengarang Penjajakan Penjarahan Penyair Penyair Tak Dikenal Peperangan Perang Percy Bysshe Shelley (1792–1822) Perkalian Pierre de Ronsard (1524-1585) PKI Plagiator Post-modern Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi) Presiden Penyair Proses Kreatif Puisi Puitik Pujangga PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Rainer Maria Rilke (1875-1926) Realitas Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo Revolusi Revormasi Richard Strauss (1864-1949) Richard Wagner (1813-1883) Rimsky-Korsakov (1844-1908) Rindu Robert Desnos (1900-1945) Rosalía de Castro (1837-1885) Ruang Rumi Sajak Sakral Santa Teresa (1515-1582) Sapu Jagad Sara Teasdale (1884-1933) Sastra SastraNESIA Sayap-sayap Sembrani Segenggam Debu di Langit Sejarah Self Portrait Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seni Serikat Petani Lampung Shadra Sihar Ramses Simatupang Sumpah Pemuda Sungai Surabaya Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri tas Sastra Mangkubumen (KSM) Taufiq Wr. Hidayat Telaga Sarangan Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thales Trilogi Kesadaran Tubuh Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga Universitas Jember Waktu Walter Savage Landor (1775-1864) Wawan Pinhole William Blake (1757-1827) William Butler Yeats (1865-1939) Wislawa Szymborska Yasunari Kawabata (1899-1972) Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017 Yogyakarta Yuja Wang Yukio Mishima (1925-1970) Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )