Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/
BULAN KUNING
Henri de Régnier
Siang panjang itu berakhir dengan satu bulan kuning
Yang pelahan bangkit di antara pepohonan,
Sementara di udara menyerbak dan berkembang:
Bau air yang antara pimping basah bertiduran,
Insyafkah kita, bila, dua-dua, di bawah Surya memanggang
Kita siksa tanah merah dan tunggal jerami yang memberkah,
Takukah kita, bila kaki menginjak pasir gersang
Ia tinggalkan bekas langkah bagai langkahnya darah,
Takukah kita, bila kasih menjulangkan nyalanya
Di hati kita yang renyai dengan siksa putus asa,
Takukah kita, bila padam api yang membakar kita,
Bahwa nanti baranya mesra berasa di senja kita,
Dan bahwa hari getir dekat silamnya, diserbak rangsang,
Bau air yang termenung di antara pimping basah,
Nanti pelahan berakhir dengan itu bulan kuning
Yang di antara pohonan meningkat jadi purnama?
Henri François Joseph de Régnier (28 December 1864 – 23 Mei 1936) penyair Perancis lahir di Honfleur. Mulanya anggota golongan Parnasse (aliran anti romantik meluap-luap, menghendaki jiwa yang tenang, serta teratur sewaktu mencipta, juga menggunakan teknik tepat) bersama Paul Verlaine. Kemudian menjadi pengikut Mallarmé, menganut aliran simbolik, demi tidak kentara kembali pada serba klasik. Régnier dipandang ahli menggunakan sajak bebas. Tahun 1911 diangkat sebagai anggota Akademi Prancis. Kumpulan sajaknya terpenting Les jeux rustiques et divins, 1897, Les Médailles d’argile (1900), dan La cité des eaux (1902). {dari buku Puisi Dunia, jilid I, disusun M. Taslim Ali, Balai Pustaka, 1952}
***
Musim kemarau panjang, dahaga di tenggorokan, kerongkongan bau kayu arang, bersimpan segala kenangan; haus kerontang menjelma tuntunan di kemudian.
Kala surya menyapa, dengan warna paling gemilang, satu bulan kuning menggantung nganggur serupa ocehan tidak juntrung, berpusar-pusar mencari ruang.
Aku lihat terbelit-belit kemabukan bayangan, yang sontak pelahan bangkit, antara pepohon pemikiran.
Sementara udara, berselimut misteri bau air tiduran, atau kapan menujah tubuh binal kepastian.
Régnier dengan kebebasan, telah diperhitungkan di tubuh kesakitan; hawa yang panjang menelusup membelukar.
Puisinya menjadi tantangan mewarnai keberanian, kekontrasan serupa lukisan mengangkat kemungkinan, yang tersimpan di balik pengalaman.
Menyegrak hidung berbau kepincangan, namun begitu purna saat keyakinan melampaui kantuk sembarang siang.
Semacam ruh dilambungkan ke angkasa, dan mata-mata menanti kejatuhannya.
Ada gema menggetarkan tubuh memperinding bulu, kala benda-benda angkasa jauh didekatkan, tepat di depan mata sasaran; degup jantung kata-kata sangkala.
Seperti terpanggang ketakutan dosa api neraka, penyiksaan bathin menggila dari sekadar ribuan gelisah.
Ada kuku-kuku tajam mencabik kalbu memburai usus empedu niat busuk, ada sesalan tak lekas mampus, terus menggoyang iman melantakkan jerami kering yang lemah.
Entah memberkah, atau masih dihantam ketakutan dalam kubur mulut terkunci. Yang setiap langkah meninggalkan diri, membekasi darah siksa.
Menyerukan keinsyafan dengan tubuh goyah, tidak tahan pilu namun merindu. Seakan mencampakkan bungkusan hitam kental padat cairan.
Atau jangan-jangan, darah menghitam oleh pukulan nafsu, serta iman yang berbenturan tiada perlawanan.
Di ambang percobaan siksa bathin keyakinan, di samping madu menguntit senyuman goda percumbuan, yang berujung maut tiada tentu memastikan.
Tapi sangatlah nyata, dan mampu menggerogoti mental pencarian.
Régnier bertanya-tanya, taukah kita? Hati terpaut-pagut disertai uraian rambut memanjang ke senjakala, atas tangisan pesisir pantai selatan memerah.
Durjanakah putus asa? Jiwanya menggelinjak berpusaran, menggelinding menyerupai bola api, lantas lenyap dalam gelap keraguan, atau ketakutan enyah.
Adakah gemuruh ruh bathiniah menyala-nyala? Hati yang terbakar, bagai lempengan besi siap ditempa kepastian, sedang jiwa manis mereka telah lenyap, sebelum matahari jaman menggumuli perasaan semesta.
Régnier melanjutkan tanya dalam batu padamnya api debu-debu peperangan, puing-puing berserakan meragukan muksa.
Kemesraan yang mana? Jikalau belum tuntaskan malam-malam genap, sebelum perpisahan takdir menyerap lenyap.
Atau hantu macam apa? Kesetiaan pulang pergi mencari kejayaan di hutan rimba.
Hendak tuntaskan sesuatu, tetapi pertanyaannya berbalik memukul, sekuat yang selama ini diyakini, merongrong ke dasar hati mengaduk-aduk kemunafikan diri.
Lantas diriku menjajal pertanyaan, Régnier, benarkah ada kemesraan bara di senjakala?
Jawabnya, “hari getir dekat silamnya” dan diriku seperti “bau air yang termenung.”
Ya, mari kita rangsang hingga tandas segala pemahaman, dengan berakhirnya bulan kemuning di telaga.
Antara pepohonan meningkatkan deru angin, yang pucuk-pucuknya membekasi tapakan di jendela.
Dan mereka melihat kita beterbangan purnama, puisi-puisi lebur dalam satuan tarikan cakrawala, berdentut-denyut di setiap kepala hati manusia.
Inilah akhir pertanyaanmu, jawaban sungguh dari nafasan pelita kalbu; kita teguk harum kembang bau dupa, begitu pula gemintang hadir di siang harinya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(1813-1883)
Abdul Hadi W.M.
Adelbert von Chamisso (1781-1838)
Affandi Koesoema (1907–1990)
Agama Para Bajingan
Ajip Rosidi
Akhmad Taufiq
Albert Camus
Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837)
Amy Lowell (1874-1925)
Andong Buku #3
André Chénier (1762-1794)
Andy Warhol
Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh
Anton Bruckner (1824 –1896)
Apa & Siapa Penyair Indonesia
Arthur Rimbaud (1854-1891)
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arti Bumi Intaran
Bahasa
Bakat
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Bangsa
Basoeki Abdullah (1915 -1993)
Batas Pasir Nadi
Beethoven
Ben Okri
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Biografi Nurel Javissyarqi
Budaya
Buku Stensilan
Bung Tomo
Candi Prambanan
Cantik
Chairil Anwar
Charles Baudelaire (1821-1867)
Cover Buku
Dami N. Toda
Dante Alighieri (1265-1321)
Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)
Denanyar Jombang
Dendam
Desa
Dwi Pranoto
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Emily Dickinson (1830-1886)
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Feminisme
Filsafat
Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta
Foto Lawas
François Villon (1430-1480)
Franz Schubert (1797-1828)
Frederick Delius (1862-1934)
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Friedrich Schiller (1759-1805)
G. J. Resink (1911-1997)
Gabriela Mistral (1889-1957)
Goethe
Hallaj
Hantu
Hazrat Inayat Khan
Henri de Régnier (1864-1936)
Henry Lawson (1867-1922)
Hermann Hesse
Ichsa Chusnul Chotimah
Identitas
Iftitahur Rohmah
Ignas Kleden
Igor Stravinsky (1882-1971)
Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo
Indonesia
Ingatan
Iqbal
Ismiyati Mukarromah
Javissyarqi Muhammada
Johannes Brahms (1833-1897)
John Keats (1795-1821)
José de Espronceda (1808-1842)
Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937)
Jostein Gaarder
Kadipaten Kulon 49 c
Kajian Budaya Semi
Karya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kausalitas
Kedutaan Perancis
Kegagalan
Kegelisahan
Kekuasaan
Kemenyan
Ken Angrok
Kenyataan
Kesadaran
KH. M. Najib Muhammad
Khalil Gibran (1883-1931)
Kitab Para Malaikat
Kitab Para Malaikat (Book of the Angels)
Komunitas Deo Gratias
Konsep
Korupsi
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana
Lintang Sastra
Ludwig Tieck
Luís Vaz de Camões
Lupa
Magetan
Makna
Maman S. Mahayana
Marco Polo (1254-1324)
Masa Depan
Matahari
Max Dauthendey (1867-1918)
Media: Crayon on Paper
MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Michelangelo (1475-1564)
Mimpi
Minamoto Yorimasa (1106-1180)
Mistik
Mitos
Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)
Mohammad Yamin
Mojokerto
Mozart
Natural
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Panggung
Paul Valéry (1871-1945)
PDS H.B. Jassin
Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949)
Pembangunan
Pemberontak
Pendapat
Pengangguran
Pengarang
Penjajakan
Penjarahan
Penyair
Penyair Tak Dikenal
Peperangan
Perang
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Perkalian
Pierre de Ronsard (1524-1585)
PKI
Plagiator
Post-modern
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Presiden Penyair
Proses Kreatif
Puisi
Puitik
Pujangga
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)
Rabindranath Tagore
Rainer Maria Rilke (1875-1926)
Realitas
Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo
Revolusi
Revormasi
Richard Strauss (1864-1949)
Richard Wagner (1813-1883)
Rimsky-Korsakov (1844-1908)
Rindu
Robert Desnos (1900-1945)
Rosalía de Castro (1837-1885)
Ruang
Rumi
Sajak
Sakral
Santa Teresa (1515-1582)
Sapu Jagad
Sara Teasdale (1884-1933)
Sastra
SastraNESIA
Sayap-sayap Sembrani
Segenggam Debu di Langit
Sejarah
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Seni
Serikat Petani Lampung
Shadra
Sihar Ramses Simatupang
Sumpah Pemuda
Sungai
Surabaya
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
tas Sastra Mangkubumen (KSM)
Taufiq Wr. Hidayat
Telaga Sarangan
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thales
Trilogi Kesadaran
Tubuh
Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga
Universitas Jember
Waktu
Walter Savage Landor (1775-1864)
Wawan Pinhole
William Blake (1757-1827)
William Butler Yeats (1865-1939)
Wislawa Szymborska
Yasunari Kawabata (1899-1972)
Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017
Yogyakarta
Yuja Wang
Yukio Mishima (1925-1970)
Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )
Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar