Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/
SONETA BUAT HELENA
Pierre de Ronsard
Bila kau telah tua, duduk termenung di tepi senja,
Menyulam-nyulam dekat tungku dalam terang pelita,
Senandungkanlah sajakku dan takjubi kisah lama:
Ach, Ronsard memuja daku kala diri muda juwita.
Siapapun nanti pelayanmu, demi mendengar ini kisah,
Walau tengah manggut-manggut selagi asyik bekerja,
Oleh mendengar namaku saja, maka ia pun bangkitlah,
Dan namamu direstunya dengan puji tidak berhingga.
Akupun telah dikubur orang dan ruhku tak bertulang
Bakal pergi istirahat di daerah wangi bayang-bayang.
Tapi kau akan jongkok dekat tungku, bungkuk dan tua,
Menyesali cintaku telah kau tampik serta ejekkan.
Percayalah kataku ini: Hidup kini jangan esokkan;
Petiklah sedari kini mawar kehidupan dini dunia.
Pierre de Ronsard (11 Sep 1524 - Des 1585), dalam buku yang kupergunakan “Puisi Dunia” jilid I disusun M. Taslim Ali, Balai Pustaka 1952, terlahir tahun 1925. Ronsard ialah pemimpin Pleiade, perhimpunan tujuh penyair yang sajak-sajaknya meniru irama serta gaya para penyair Romawi dan Yunani, seperti Petrarca, Horatius, Pindarus, Theocritus juga Propertius. Sajak-sajak asmaranya terkenal manis pula enteng, pun atas odenya. Keturunan bangsawan, sewaktu bujang hidup di astana Francois I semacam pesuruh raja, kemudian masuk dinas diplomasi Perancis di Skotia dan Inggris, sampai tuli oleh suatu penyakit hingga terpaksa menarik diri. Tahun 1560 - 1574 resmi menjadi penyair istana Henry II dan Charles II, sesudahnya mengundurkan diri dari pergaulan. Ronsard dipandang sebagai penyair Perancis terbesar di jamannya juga pembaharu yang luas pengaruhnya pada penyair-penyair Inggris jaman Ratu Elisabeth.
***
Tatkala Ronsard dendangkan lagu bathinnya, kabut dataran tinggi menjelma madu tak lengket di gigi, namun manisnya melebihi tujuh macam rasa.
Penyair dihibur dirinya semata, sewaktu kepedihan jiwanya dirajam kepiluan masa hingga bersanggup meranggeh masa-masa belum tertanda.
Ada cahaya firasat cemerlang menimpainya, tapi mereka tak pada mengetahui. Kesunyian bertumpuk dikekalkan kalimah sederhana, tetap melebihi sayatan perempuan yang ditinggal kekasihnya ke tanah seberang.
Hanya tungku api jiwa berluapan doa terus jejakkan sukma bertengger pelita. Demikian Ronsard menarik peristiwa silam-semilam disuguhkan ke hadirat pendengarnya.
Yang tidak terkata mengenyangkan penuh kelezatan, bukan cecapan lidah pun lumatan bibir; kalbu teguh menerima kejatuhan nasib pahit digayuh.
Laksana menyeberangi sungai bersampan ke tengah malam gemintang. Di sanalah hutan pemikirannya tumbuh, lebah madu pelayannya seperti semut-semut selalu menemani setiap perenungan.
Manakala para insan tak mampu membaca bahasanya, makhluk tuhan yang lain dendangkan keindahannya. Inilah seimbangkan alam dzikir seorang dalam goa pertapaan, relief-relief bersaksi; tak selamanya kesungguhan dapat dimengerti, kecuali seirama gelombang lautan.
Ronsard mengajak berdialog kemungkinan wewarna bayang-bayang dari cahaya, oleh raut masa depan atas pengorbanan selama ini berkesantunan merapal perlambang. Para penyimak tak merasa tengah diseret pertanyaan sulit dapatkan jawaban.
Nalarnya berkisaran merabai waktu tenggang juga sempit, lantas dipergunakan bahasa terjepit keadaan, demi apabila dalam kelonggaran lebih menusuk dada penuh kasih sayang.
Kala menyebut namanya sendiri, diriku tersenyum, bulu kuduku merinding digetarkan sesuatu yang jauh namun teramat dekat segetaran bercampur tubuh.
Biasanya insan bahagia dielus-elus kelembutan rasa hingga hilang kesadaran sampai detik tertentu mendekati gila lepas fikiran. Demikian pujangga kala merasakan datangnya masa kapujanggaan, umpama pulung takkan berpindah pangkuan jika sanggup merawat kesucian.
Kebangkitannya membangkit semua orang diikuti tetumbuhan, hewan-gemewan, burung-burung bersenandung. Di telempap nun jauh gembala meniup seruling bersiulan panjang melampaui abad silam juga mendatang.
Maka timbang laluan kata, barangkali ada duri tak terketahui mengenai kaki menusuk hati, lalu perturutkan yang terindah, siapa tahu mengurangi timbangan kelak, guna tidak timpang menimpahi dahi para pujaan.
Gema Ronsard antara rongga cakrawala, menyusup ke balik tanda dipantulkan dataran pinggul telaga. Berulang sampai reranting jatuh patah dapat disambung ulang.
Pujangga tiada kemampuan menghidupkan orang mati, namun dimiliki dinaya membangkitkan ruh leluhur melampaui benua-samudera nun jauh terbentang. Keyakinannya sekedip pandang sudah sampai dataran langit penuh warna; di sana menjumputi kata-kata tak pernah didengar insan.
Ada gemuruh guruh di telinga akrab, namun tiada tahu siapa mendengungkannya. Itulah suara hati diselumuti sepi paling suci, tapi orang-orang meskipun menyimak, langkah kakinya tiada mengikuti nurani.
Pada puncak pelangi di langit kebeningan hati, Ronsard melihat jaman di depan membungkuk menghormati, dirinya tak bangga sebab merasa semua lantaran Sang Kuasa.
Setiap kalbu senantiasa disucikan tentu mudah menangkap kelembutan. Bukan yang dimengerti namun kefahaman dicari, dan kematangan mental imbalannya sehari-hari.
Dalam soneta di atas yang sebelumnya diriku jua terhanyut-hanyut asyik-masyuk mengejawantah raga-bathin-sukma bersama Helena, sang mawar dini hari berlenggak-lenggok menggoda para pendaki.
Ada masa mudah ditarik selaksa lembaran selaput kabut silam berduyun-duyun datang ke pelupuk mata. Kita tinggal meresapi mampu mengambil rupa.
Seperti senyuman selalu terbayang sampai dasar mimpi pejaka dirundung malang kerinduan miliki penciuman tajam, dan kecemburuan hantarkan bau surga seakan benar merasakan puncak kehadiran tuhan.
Oh Ronsard, dengan lampu minyak apa kau guratkan tiap syairmu hingga mata ayu jatuhkan airnya, dan penyesalan mencapai alam makna daripada temuan para ahli di setiap jaman terus dijejali permusuhan dengki.
Aku ingin rebahkan diri sambil merasai kembang rerumputan soneta-sonetamu terhidupi kebaharuan embun.
Buah-buahan turun dari surga seekor burung menghantarkan, para pujangga melukisnya guna kekalkan nilai tetap terjaga, meski melampaui jutaan jaman penuh intrik kekacauan perang serta fitnah menghangus semua keturunan.
Ronsard, dengan ketulian pendengaranmu di usia senja, harkat kenabianmu menjelma purna.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(1813-1883)
Abdul Hadi W.M.
Adelbert von Chamisso (1781-1838)
Affandi Koesoema (1907–1990)
Agama Para Bajingan
Ajip Rosidi
Akhmad Taufiq
Albert Camus
Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837)
Amy Lowell (1874-1925)
Andong Buku #3
André Chénier (1762-1794)
Andy Warhol
Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh
Anton Bruckner (1824 –1896)
Apa & Siapa Penyair Indonesia
Arthur Rimbaud (1854-1891)
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arti Bumi Intaran
Bahasa
Bakat
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Bangsa
Basoeki Abdullah (1915 -1993)
Batas Pasir Nadi
Beethoven
Ben Okri
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Biografi Nurel Javissyarqi
Budaya
Buku Stensilan
Bung Tomo
Candi Prambanan
Cantik
Chairil Anwar
Charles Baudelaire (1821-1867)
Cover Buku
Dami N. Toda
Dante Alighieri (1265-1321)
Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)
Denanyar Jombang
Dendam
Desa
Dwi Pranoto
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Emily Dickinson (1830-1886)
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Feminisme
Filsafat
Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta
Foto Lawas
François Villon (1430-1480)
Franz Schubert (1797-1828)
Frederick Delius (1862-1934)
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Friedrich Schiller (1759-1805)
G. J. Resink (1911-1997)
Gabriela Mistral (1889-1957)
Goethe
Hallaj
Hantu
Hazrat Inayat Khan
Henri de Régnier (1864-1936)
Henry Lawson (1867-1922)
Hermann Hesse
Ichsa Chusnul Chotimah
Identitas
Iftitahur Rohmah
Ignas Kleden
Igor Stravinsky (1882-1971)
Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo
Indonesia
Ingatan
Iqbal
Ismiyati Mukarromah
Javissyarqi Muhammada
Johannes Brahms (1833-1897)
John Keats (1795-1821)
José de Espronceda (1808-1842)
Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937)
Jostein Gaarder
Kadipaten Kulon 49 c
Kajian Budaya Semi
Karya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kausalitas
Kedutaan Perancis
Kegagalan
Kegelisahan
Kekuasaan
Kemenyan
Ken Angrok
Kenyataan
Kesadaran
KH. M. Najib Muhammad
Khalil Gibran (1883-1931)
Kitab Para Malaikat
Kitab Para Malaikat (Book of the Angels)
Komunitas Deo Gratias
Konsep
Korupsi
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana
Lintang Sastra
Ludwig Tieck
Luís Vaz de Camões
Lupa
Magetan
Makna
Maman S. Mahayana
Marco Polo (1254-1324)
Masa Depan
Matahari
Max Dauthendey (1867-1918)
Media: Crayon on Paper
MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Michelangelo (1475-1564)
Mimpi
Minamoto Yorimasa (1106-1180)
Mistik
Mitos
Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)
Mohammad Yamin
Mojokerto
Mozart
Natural
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Panggung
Paul Valéry (1871-1945)
PDS H.B. Jassin
Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949)
Pembangunan
Pemberontak
Pendapat
Pengangguran
Pengarang
Penjajakan
Penjarahan
Penyair
Penyair Tak Dikenal
Peperangan
Perang
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Perkalian
Pierre de Ronsard (1524-1585)
PKI
Plagiator
Post-modern
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Presiden Penyair
Proses Kreatif
Puisi
Puitik
Pujangga
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)
Rabindranath Tagore
Rainer Maria Rilke (1875-1926)
Realitas
Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo
Revolusi
Revormasi
Richard Strauss (1864-1949)
Richard Wagner (1813-1883)
Rimsky-Korsakov (1844-1908)
Rindu
Robert Desnos (1900-1945)
Rosalía de Castro (1837-1885)
Ruang
Rumi
Sajak
Sakral
Santa Teresa (1515-1582)
Sapu Jagad
Sara Teasdale (1884-1933)
Sastra
SastraNESIA
Sayap-sayap Sembrani
Segenggam Debu di Langit
Sejarah
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Seni
Serikat Petani Lampung
Shadra
Sihar Ramses Simatupang
Sumpah Pemuda
Sungai
Surabaya
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
tas Sastra Mangkubumen (KSM)
Taufiq Wr. Hidayat
Telaga Sarangan
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thales
Trilogi Kesadaran
Tubuh
Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga
Universitas Jember
Waktu
Walter Savage Landor (1775-1864)
Wawan Pinhole
William Blake (1757-1827)
William Butler Yeats (1865-1939)
Wislawa Szymborska
Yasunari Kawabata (1899-1972)
Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017
Yogyakarta
Yuja Wang
Yukio Mishima (1925-1970)
Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )
Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar