Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/
LAGU NASIB SEORANG NENEK
William Butler Yeats
Aku bangkit bersama fajar, lalu berlutut meniup,
Sampai bercetusan nyala api, nyala-bernyala riuh.
Lalu aku mesti menggosok, memasak dan menyapu,
Sampai gemintang mulai berkilau, mengedip tersipu-sipu.
Tapi si gadis masih baring, mimpi dalam ranjangnya,
Tentang pita terpantas, penghias dada dan kepala;
Hari-harinya pun silam, ditelan alpa nan hampa.
Dan mereka mengeluh, bila saja angin mengusik jalin,
Sedangkan aku harus kerja, karena lanjut sudah usia,
Dan bibit api: mulai lemah, tak berdaya dan dingin.
William Butler Yeats (1865-1939) lahir di Sandymount dekat Dublin, penyair Irlandia terbesar dari keluarga berdarah seniman, bapak serta abangnya pelukis, kakaknya perempuan pendiri Cuala Press. Mula-mula hendak menjadi pelukis, tapi akhirnya memilih hidup sebagai sastrawan. Jiwanya terbentuk atas petani-petani miskin di daerah Sligo. Selagi kanak mendengar cerita-cerita hayat dan dongengan lama, sehingga terdorong berpatriot mempergunakan bakatnya demi mengangkat bangsanya yang ditindas penjajahan Inggris. Seorang pemuka dari golongan pengarang muda bangsanya, sebab rasa cinta kepada Tanah Air, mengarang sandiwara yang dipentaskan di gedung yang didirikan Lady Gregory, wanita yang ikut berjuang memerdekakan Irlandia. Tahun 1922 menjabat anggota Perwakilan Rakyat Irlandia Merdeka. Bakat esainya terpandang mistikus, dengan sendirinya mengikuti aliran simbolik yang mengagumi penyair William Blake. Tahun 1923 mendapatkan Nobel Kesusastraan. Buah penanya terpenting: The Wanderings of Oisin (1989), The Eind among the Reeds (1899), The Wild Swans at Coole (1917), The Tower (1928), The Countess Cathlee (1892), The Land of Heart’s Desire (1894), The Shadowy Waters (1900), Cathleen in Hoolihan (1902), The King’s Threshold (1904), Dairdre (1907), Ideas of Good and Evil (1903), Discoveries (1907), Poetry and Ireland (1908) &ll. Keistimewaan Yeats yang unik ialah mampu menyeimbangkan jiwanya mengikuti angkatan muda, dan menjadi terpandang di antara mereka. {dari buku Puisi Dunia, jilid II, disusun M. Taslim Ali, Balai Pustaka, 1953}.
***
Di sini aku kutip pidatonya Kenzaburo Oe (pemenang Nobel Sastra 1994) yang menyoal Yeats;
saat Yeats memenangkan Hadiah Nobel, Majelis Tinggi Irlandia mengusulkan membentuk sebuah panitia, untuk memberi selamat kepadanya, yang berisi kalimat sebagai berikut:
…penghargaan yang telah disematkan kepada bangsa ini, sumbangan besar kepada budaya dunia, melalui keberhasilannya”
…ras yang hingga kini belum diterima dalam komite bangsa-bangsa.
…Peradaban kita akan dinilai atas nama Senator Yeats.
…akan selalu ada bahaya atas kemungkinan adanya pengecapan dari bangsa yang telah hilang kegilaannya pada gairah perusakan (Hadiah Nobel, Ucapan selamat pada Senator Yeats).
Yeats adalah penulis yang kebangkitannya ingin saya panuti… {dari buku Pengakuan Para Sastrawan Dunia Pemenang Nobel, editor Zen RS, penerbit Pinus, 2006}.
***
Membaca puisi Yeats di atas, seakan menggumuli dongeng-dongeng masa silamnya, dengan berpijak kesadaran mengguratkan pena.
Sewaktu sayup-sayup warna serta suara fajar, dibangkitkan ruh nenek moyang, melewati gema riuh nyala memasuki pandangan.
Terkatup kelopak-kelopaknya penuh kagum meruapi jiwa belia mengamati dalam, demi kilauan sapuan kuas pemikiran sampai para penyaksi tersipu memandang.
Bahwa di negeri yang tersisikan, ada kejelian berkumandang menghadirkan kesejatian, dari tradisi yang dilantakkan penjajahan.
Atas kepingan kota-kota runtuh oleh kaki-kaki serakah, lahirlah embun kepurbaan, laksana kerlingan debu-debu beterbangan menjelma bintang-gemintang.
Manakala dicahaya sang surya, melalui jendela anak-anak bersenda ria dalam damai, saling menghargai sebagai nyanyiannya.
Kemakmuran nilai-nilai kesantausaan bathin, menerima hidup berlapang dada, demi kearifan masa depan yang diimpikan dunia.
Tiada lain impian insan digerogoti keragu-raguan, tapi Yeats senantiasa menandaskan kata, hari-hari seperti masa silam, takkan berubah kecuali meneruskan perjuangan.
Kelak sehabis bangun dari ranjang yang lapuk, kibaran bendera tertanda di dada, dan mengikat kepala sebagai mahkota.
Selepas hampa kesungguhan mengoyak, menarik-narik ketinggian gelap gulita, hingga cakrawala membiru raya.
Membetot akar-akar pohon dari sumber mata air hayati, sejenis reaksi kimiawi atas rekayasa berulang-ulang.
Kehendak mempelajari ribuan kemungkinan, layaknya menimbang hawa angin, mengayunkan timbangan.
Suatu saat dapat dihitung seksama, demikian harkat kemanusiaan memajukan bangsa, menuju tapal batas kepastian mengejawantah.
Dengan iramanya Lagu Nasib Seorang Nenek, Yeats memasukkan masa-masa putus asa, jika tiada lagi pengorek bara, bibit api kian melemah.
Di sini kewaspadaan dijaga, sebelum datangnya generasi melempep, manakala tidak melanjutkan kobaran jiwa patriot.
Kelaparan, kemiskinan, kebodohan cepat menyebar seperti perasaan mewah, puas ataupun aman, menjadi pepintu terbuka lebar, dan semua mengambilnya, meski bukan pewaris sah.
Yeats mencemaskan kejadian tersebut, olehnya kesigapan dari persiapan betapa penting, agar tidak mudah terusik topan perubahan.
Seolah berlantang kalimah; jadikan pengalamanmu setua api penjajahan neraka, sedang perjuanganmu semuda warna-warna yang tumbuh di surga.
Yeats menjelma sesosok anak ajaib dari negeri Irlandia, tatkala mendapatkan Nobel Sastra, insan yang dielu-elukan pewarna kebudayaan dunia, atas ketertindasan penjajah.
Serupa unen-unen seperti ini; “anak yang selamat dari bencana, kelak sanggup menyelamatkan bangsanya,” demikian nasib Yeats, di hadapan ras yang melahirkannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
(1813-1883)
Abdul Hadi W.M.
Adelbert von Chamisso (1781-1838)
Affandi Koesoema (1907–1990)
Agama Para Bajingan
Ajip Rosidi
Akhmad Taufiq
Albert Camus
Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837)
Amy Lowell (1874-1925)
Andong Buku #3
André Chénier (1762-1794)
Andy Warhol
Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh
Anton Bruckner (1824 –1896)
Apa & Siapa Penyair Indonesia
Arthur Rimbaud (1854-1891)
Arthur Schopenhauer (1788-1860)
Arti Bumi Intaran
Bahasa
Bakat
Balada-balada Takdir Terlalu Dini
Bangsa
Basoeki Abdullah (1915 -1993)
Batas Pasir Nadi
Beethoven
Ben Okri
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita
Biografi Nurel Javissyarqi
Budaya
Buku Stensilan
Bung Tomo
Candi Prambanan
Cantik
Chairil Anwar
Charles Baudelaire (1821-1867)
Cover Buku
Dami N. Toda
Dante Alighieri (1265-1321)
Dante Gabriel Rossetti (1828-1882)
Denanyar Jombang
Dendam
Desa
Dwi Pranoto
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eka Budianta
Emily Dickinson (1830-1886)
Esai
Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia
Feminisme
Filsafat
Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta
Foto Lawas
François Villon (1430-1480)
Franz Schubert (1797-1828)
Frederick Delius (1862-1934)
Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Friedrich Schiller (1759-1805)
G. J. Resink (1911-1997)
Gabriela Mistral (1889-1957)
Goethe
Hallaj
Hantu
Hazrat Inayat Khan
Henri de Régnier (1864-1936)
Henry Lawson (1867-1922)
Hermann Hesse
Ichsa Chusnul Chotimah
Identitas
Iftitahur Rohmah
Ignas Kleden
Igor Stravinsky (1882-1971)
Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo
Indonesia
Ingatan
Iqbal
Ismiyati Mukarromah
Javissyarqi Muhammada
Johannes Brahms (1833-1897)
John Keats (1795-1821)
José de Espronceda (1808-1842)
Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937)
Jostein Gaarder
Kadipaten Kulon 49 c
Kajian Budaya Semi
Karya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kausalitas
Kedutaan Perancis
Kegagalan
Kegelisahan
Kekuasaan
Kemenyan
Ken Angrok
Kenyataan
Kesadaran
KH. M. Najib Muhammad
Khalil Gibran (1883-1931)
Kitab Para Malaikat
Kitab Para Malaikat (Book of the Angels)
Komunitas Deo Gratias
Konsep
Korupsi
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana
Lintang Sastra
Ludwig Tieck
Luís Vaz de Camões
Lupa
Magetan
Makna
Maman S. Mahayana
Marco Polo (1254-1324)
Masa Depan
Matahari
Max Dauthendey (1867-1918)
Media: Crayon on Paper
MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Michelangelo (1475-1564)
Mimpi
Minamoto Yorimasa (1106-1180)
Mistik
Mitos
Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881)
Mohammad Yamin
Mojokerto
Mozart
Natural
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
Pablo Neruda
Pahlawan
Pangeran Diponegoro
Panggung
Paul Valéry (1871-1945)
PDS H.B. Jassin
Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949)
Pembangunan
Pemberontak
Pendapat
Pengangguran
Pengarang
Penjajakan
Penjarahan
Penyair
Penyair Tak Dikenal
Peperangan
Perang
Percy Bysshe Shelley (1792–1822)
Perkalian
Pierre de Ronsard (1524-1585)
PKI
Plagiator
Post-modern
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Presiden Penyair
Proses Kreatif
Puisi
Puitik
Pujangga
PUstaka puJAngga
R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873)
Rabindranath Tagore
Rainer Maria Rilke (1875-1926)
Realitas
Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo
Revolusi
Revormasi
Richard Strauss (1864-1949)
Richard Wagner (1813-1883)
Rimsky-Korsakov (1844-1908)
Rindu
Robert Desnos (1900-1945)
Rosalía de Castro (1837-1885)
Ruang
Rumi
Sajak
Sakral
Santa Teresa (1515-1582)
Sapu Jagad
Sara Teasdale (1884-1933)
Sastra
SastraNESIA
Sayap-sayap Sembrani
Segenggam Debu di Langit
Sejarah
Self Portrait
Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole
Seni
Serikat Petani Lampung
Shadra
Sihar Ramses Simatupang
Sumpah Pemuda
Sungai
Surabaya
Suryanto Sastroatmodjo
Sutardji Calzoum Bachri
tas Sastra Mangkubumen (KSM)
Taufiq Wr. Hidayat
Telaga Sarangan
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Thales
Trilogi Kesadaran
Tubuh
Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga
Universitas Jember
Waktu
Walter Savage Landor (1775-1864)
Wawan Pinhole
William Blake (1757-1827)
William Butler Yeats (1865-1939)
Wislawa Szymborska
Yasunari Kawabata (1899-1972)
Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017
Yogyakarta
Yuja Wang
Yukio Mishima (1925-1970)
Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )
Kitab Para Malaikat
- MUQADDIMAH: WAKTU DI SAYAP MALAIKAT, I – XXXIX
- MEMBUKA RAGA PADMI, I: I – XCIII
- HUKUM-HUKUM PECINTA, II: I – CXIII
- BAIT-BAIT PERSEMBAHAN, III: I – XCIII
- RUANG-RUANG MENGABADIKAN, IV: I – XCVIII
- MUSIK-TARIAN KEABADIAN, V: I – LXXIV
- DIRUAPI MALAM HARUM, VI: I – LXXVII
- KEINGINAN-KEINGINAN MULIA, VII: I – LXXXVII
- DI ATAS TANDU LANGITAN, VIII: I – CXXIII
- ANAK SUNGAI FILSAFAT, IX: I – CI
- SEKUNTUM BUNGA REVOLUSI, X: I- XCI
- PENAMPAKAN DOA SEMALAM, XI: I- CVI
- DUKA TANGIS BUSA, XII: I – CXVIII
- GELOMBANG MERAWAT PANTAI, XIII: I – CXI
- MENGEMBALIKAN NIAT SUCI, XIV: I – CIX
- PEMBANGUN DUNIA GANJIL, XV: I – XCIII
- SIANG TUBUH, MALAM JIWANYA, XVI: I – CXIII
- SECERCA CAHAYA KURNIA, XVII: I – CI
- TANAH KELAHIRAN MASA, XVIII: I – CXXVII
- RUANG-WAKTU PADAT, XIX: I – XC
- MUAKHIR; KESAKSIAN-KESAKSIAN, XX: I – CXXVI
- Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- Akhirnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar