Minggu, 17 Januari 2010

Hermann Hesse Di Sumatera

Nurel Javissyarqi
http://pustakapujangga.com/

PELAIANG*
Hermann Hesse

Malam benderang oleh cahaya kilat
Dan menggerenyet dalam sinar memutih
Dan berkedip ganas, goncang dan mencolok
Di atas hutan, sungai dan mukaku pucat.
Bersandar pada batang bambu yang sejuk
Aku berdiri dan menatap tiada henti,
Tanah pucat yang dicambuk hujan
Mendambakan ketenangan,
Dan dari masa muda yang jauh
Mendadak terdengar bagai kilat
Teriakan gembira lewat kesuraman mendung hujan,
Bahwa toh tidak semua hampa,
Bahwa toh tidak semua hambar dan gelap,
Bahwa petir masih memancar
Dan bahwa kebosanan hari-hari
Dilewati rahasia dan keajaiban buas yang membara.
Mengambil nafas dalam aku dengarkan guruh menghilang
Dan kurasakan kelembaban badai di rambutku
Dan untuk beberapa detik aku jaga bak harimau
Dan gembira, seperti pada masa muda
Yang sejak masa itu tiada pernah lagi aku rasakan.

* Pelaiang ialah nama tempat di Sumatera (Pelayang).

Hermann Hesse, penulis sajak dan prosa yang tertarik kebudayaan Asia, lahir di Calw, Jerman 1877. Di usia 18 tahun pindah ke Basel, Swiss, bekerja menjual buku serta menghabiskan sebagian hidupnya di sana. Tahun 1911 mengelilingi Asia, pengalamannya tersebut tergambar jelas dalam bukunya bertitel Aus Indien (Dari India). Ketika pernikahan pertamanya berakhir, berpindah ke Montagnola, Swiss. Novelnya antara lain Siddharta (1922). Penerima Nobel sastra 1946, meninggal dunia 1962. {Dari buku Malam Biru Di Berlin, terjemahan Berthold Damshäuser dan Ramadhan K.H. 1989}
***

Mengingat novelnya Siddharta, kubayangkan Hesse sesosok petualang yang peka lelanggam Asia serta nilai-nilai luhur menghidupinya. Alam semesta menggoda perasaan, maha bathin tersendiri seniman menghidupi pengindraan hayati lebih berarti.

Renungan matahari mengeluarkan ribuan serpihan makna atau tak pernah puas cahaya utama, ikhtiarnya pengaruhi susunan gemintang di angkasa merubah bentukan takdir tersendiri.

Melalui jiwa perempuan menyelami keganjilan keakuan, penolakannya lebur bersama tragedi tergaris, tak masuk perubahan tetap bertahan kembarai bayu menjalankan warna pandangan.

Keingintahuan menanjak berbahan pelajaran serupa doa tak terucap tempaan laku, derita hidupnya mengajarkan tak silap percepatan bertemu kehakikian. Dikurbankan bercerai istrinya, ada garis penolakan namun harus memilih, memotong waktu di luaran tampak beringas.

Setiap langkah tersenyum kebaharuan penyeimbang di tepian sungai didatangi, ingatannya menuju karya sedari letih saat-saat mencium abadi.

Sosok kembara seolah tak kemana-mana, tapi bumi beredar di hadapannya. Ketakutan serta keriangan semata dadu, atau ayunan suatu waktu berhenti seperti benda jatuh.

Getaran firasat dari kenangan purba terbaca buku-buku, mendengar arus sungai jauh mendekati kalbu berdamai merindu, bergejolak menyampaikan bayang pendapat.

Dirinya tak dituntut gagasan namun ketinggian bathiniah, luka kecewa terpancar indah, derita tersembul kembang hidup bermekaran mengenal dunia.

Membaca sajaknya Pelaiang, kusaksikan Hesse datang di musim penghujan. Kilatan petir menyambar-nyambar diri digetarkan, suara alam bangkit dari tebing malam, mengeroyok ingatan terpojok menguatkan jiwa semuda di jalan-jalan Swiss.

Ada gundah tapi dengan senyum persahabatan alam selama ini, kian akrab menemui kesaksian raya, merasai dirinya ditakdirkan jadi insan mempuni, denting kelenengan bayang-bayang membentuk kesatuan menghadap langit.

Entah hawatir atau gembira digerakkan sesuatu yang belum menjelma, tanah India masih jauh, catatannya mengalami kebuntuan atau keraguan menghantui dari masa lampau yang tengah terhadapi juga nanti.

Adalah bongkahan padat harus ditebang nalar kelelakian tegar berbaca isyarat. Entah sebab bacaan di belahan Asia tempo dulu, menyeret takdirnya ke hutan belantara Sumatera.

Kaki-kaki berlepotan tanah, hujan mengguyur ganas beserta kilatan pedang cahaya tiada berhenti. Kejadian itu tak pernah terlupa dalam perjalanannya mendatang.

Sosok pencari tiada jera meneliti semesta nilai hayati. Pagi hari pemandangan indah, lebih segar dari kemarin, angin tropis maha santun rupawan seelok senandung pujian Timur berdengung dalam telinga kelembutan.

Keyakinannya tumbuh meremaja, pertarungan ruang-waktu di berbagai negeri memantabkan diri, kelana tak puas mencari kehadiran jiwa.

Baginya hidup memperbaharui nilai dari suara-suara jaman di belakang, menggali rahasia alam bathin menghadapi kehendak mutlak, dengan bersastra melestarikan budaya.

Tidak ada komentar:

(1813-1883) Abdul Hadi W.M. Adelbert von Chamisso (1781-1838) Affandi Koesoema (1907–1990) Agama Para Bajingan Ajip Rosidi Akhmad Taufiq Albert Camus Alexander Sergeyevich Pushkin (1799–1837) Amy Lowell (1874-1925) Andong Buku #3 André Chénier (1762-1794) Andy Warhol Antologi Puisi Tunggal Sarang Ruh Anton Bruckner (1824 –1896) Apa & Siapa Penyair Indonesia Arthur Rimbaud (1854-1891) Arthur Schopenhauer (1788-1860) Arti Bumi Intaran Bahasa Bakat Balada-balada Takdir Terlalu Dini Bangsa Basoeki Abdullah (1915 -1993) Batas Pasir Nadi Beethoven Ben Okri Bentara Budaya Yogyakarta Berita Biografi Nurel Javissyarqi Budaya Buku Stensilan Bung Tomo Candi Prambanan Cantik Chairil Anwar Charles Baudelaire (1821-1867) Cover Buku Dami N. Toda Dante Alighieri (1265-1321) Dante Gabriel Rossetti (1828-1882) Denanyar Jombang Dendam Desa Dwi Pranoto Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eka Budianta Emily Dickinson (1830-1886) Esai Esai-esai Pelopor Pemberontakan Sejarah Kesusastraan Indonesia Feminisme Filsafat Forum Kajian Kebudayaan Hindis Yogyakarta Foto Lawas François Villon (1430-1480) Franz Schubert (1797-1828) Frederick Delius (1862-1934) Friedrich Nietzsche (1844-1900) Friedrich Schiller (1759-1805) G. J. Resink (1911-1997) Gabriela Mistral (1889-1957) Goethe Hallaj Hantu Hazrat Inayat Khan Henri de Régnier (1864-1936) Henry Lawson (1867-1922) Hermann Hesse Ichsa Chusnul Chotimah Identitas Iftitahur Rohmah Ignas Kleden Igor Stravinsky (1882-1971) Ilustrator Cover Sony Prasetyotomo Indonesia Ingatan Iqbal Ismiyati Mukarromah Javissyarqi Muhammada Johannes Brahms (1833-1897) John Keats (1795-1821) José de Espronceda (1808-1842) Joseph Maurice Ravel (1875 - 1937) Jostein Gaarder Kadipaten Kulon 49 c Kajian Budaya Semi Karya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kata-kata Mutiara Kausalitas Kedutaan Perancis Kegagalan Kegelisahan Kekuasaan Kemenyan Ken Angrok Kenyataan Kesadaran KH. M. Najib Muhammad Khalil Gibran (1883-1931) Kitab Para Malaikat Kitab Para Malaikat (Book of the Angels) Komunitas Deo Gratias Konsep Korupsi Kritik Sastra Kulya dalam Relung Filsafat Kumpulan Cahaya Rasa Ardhana Lintang Sastra Ludwig Tieck Luís Vaz de Camões Lupa Magetan Makna Maman S. Mahayana Marco Polo (1254-1324) Masa Depan Matahari Max Dauthendey (1867-1918) Media: Crayon on Paper MEMBONGKAR MITOS KESUSASTRAAN INDONESIA Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri Michelangelo (1475-1564) Mimpi Minamoto Yorimasa (1106-1180) Mistik Mitos Modest Petrovich Mussorgsky (1839-1881) Mohammad Yamin Mojokerto Mozart Natural Nurel Javissyarqi Orasi Budaya Akhir Tahun 2018 Pablo Neruda Pahlawan Pangeran Diponegoro Panggung Paul Valéry (1871-1945) PDS H.B. Jassin Pelantikan Soekarno sebagai Presiden R.I.S (17 Desember 1949) Pembangunan Pemberontak Pendapat Pengangguran Pengarang Penjajakan Penjarahan Penyair Penyair Tak Dikenal Peperangan Perang Percy Bysshe Shelley (1792–1822) Perkalian Pierre de Ronsard (1524-1585) PKI Plagiator Post-modern Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi) Presiden Penyair Proses Kreatif Puisi Puitik Pujangga PUstaka puJAngga R. Ng. Ronggowarsito (1802-1873) Rabindranath Tagore Rainer Maria Rilke (1875-1926) Realitas Reuni Alumni 1991/1992 Mts Putra-Putri Simo Revolusi Revormasi Richard Strauss (1864-1949) Richard Wagner (1813-1883) Rimsky-Korsakov (1844-1908) Rindu Robert Desnos (1900-1945) Rosalía de Castro (1837-1885) Ruang Rumi Sajak Sakral Santa Teresa (1515-1582) Sapu Jagad Sara Teasdale (1884-1933) Sastra SastraNESIA Sayap-sayap Sembrani Segenggam Debu di Langit Sejarah Self Portrait Self Portrait Nurel Javissyarqi by Wawan Pinhole Seni Serikat Petani Lampung Shadra Sihar Ramses Simatupang Sumpah Pemuda Sungai Surabaya Suryanto Sastroatmodjo Sutardji Calzoum Bachri tas Sastra Mangkubumen (KSM) Taufiq Wr. Hidayat Telaga Sarangan Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Thales Trilogi Kesadaran Tubuh Ujaran-ujaran Hidup Sang Pujangga Universitas Jember Waktu Walter Savage Landor (1775-1864) Wawan Pinhole William Blake (1757-1827) William Butler Yeats (1865-1939) Wislawa Szymborska Yasunari Kawabata (1899-1972) Yayasan Hari Puisi Indonesia 2017 Yogyakarta Yuja Wang Yukio Mishima (1925-1970) Zadie Smith (25 Oktober 1975 - )